Pembukaan perkebunan besar sawit diberbagai daerah dalam beberapa tahun terkahir ini telah sangat nyata belum, bahkan tidak memberikan keuntungan nyata pada masyarakat sekitar ; yang lahan, kebun, tanah, sungai, hutan dan hajat hidupnya dihancurkan.
Sebuah perkebunan sawit dengan sangat pintar tetapi licik telah mengeluarkan propaganda bahwa sawit menguntungkan secara ekonomis, padahal sebetulnya sawit akan menciptakan ketergantungan kepada kapitalis yang menjajah masyarakat adat lokal secara ekonomi.
Dengan hilangnya tanah dan sumber agraria dan rusaknya sungai-sungai serta kebun, maka kemudian masyarakat menjadi kehilangan mata pencarian, yang selanjutnya terpaksa berlaku seperti pengemis meminta-minta pekerjaan kepada perusahaan perkebunan sawit. Celakanya, dengan orientasi bisnis, perkebunan hanya akan mau mempekerjakan masyarakat lokal pada pekerjaan kasar dan upah yang murah dengan berbagai alasan, seperti kualitas SDM yang dimiliki masyarakat lemah dan stigmasi masyarakat lokal pemalas.
Sementara dengan menjadi buruh perkebunan sawit, seluruh waktu tersita untuk bekerja di kebun sawit, sehingga untuk bekerja lain sebagai tambahan penghasilan hampir tidak mungkin. Belum lagi juga ada masalah dengan hilangnya lahan kebun, areal pertanian, sungai dan danau untuk mencari ikan, dan pencemaran akibat limbah sawit yang menimbulkan bau dan penyakit.
Lugasnya dapat dikatakan bahwa dengan membiarkan dan memberikan kesempatan perkebunan sawit membuka lahan arealnya di daerah yang selama ini dikelola masyarakat adat akan menimbulkan akibat, antara lain ;
Kalau mau membandingkan secara kasar saja perolehan penghasilan secara ekonomi antara bekerja sebagai buruh perkebunan sawit dalam artian menyerahkan lahan, hutan dan tanah untuk sawit dengan mempertahankan tahan, hutan dan lahan untuk dikelola dengan sistem lokal yang selama ini terbukti dapat bertahan terhadap badai krisis dan tidak terpengaruh dolar, maka dapat digambarkan secara sederhana seperti berikut ;
Menyerahkan Tanah Untuk Sawit :
Mengelola Tanah Sendiri :
Kemudian, jika mau berhitung perbandingan pendapatan antara menjadi buruh perkebunan sawit dan mengelola tanah sendiri untuk usaha, kira-kira dapat diperoleh hitungan berikut :
Menyerahkan Tanah Untuk Sawit :
Mengelola Tanah Sendiri :
Melihat perhitungan diatas sekarang kita tinggal memilih :
Sebuah perkebunan sawit dengan sangat pintar tetapi licik telah mengeluarkan propaganda bahwa sawit menguntungkan secara ekonomis, padahal sebetulnya sawit akan menciptakan ketergantungan kepada kapitalis yang menjajah masyarakat adat lokal secara ekonomi.
Dengan hilangnya tanah dan sumber agraria dan rusaknya sungai-sungai serta kebun, maka kemudian masyarakat menjadi kehilangan mata pencarian, yang selanjutnya terpaksa berlaku seperti pengemis meminta-minta pekerjaan kepada perusahaan perkebunan sawit. Celakanya, dengan orientasi bisnis, perkebunan hanya akan mau mempekerjakan masyarakat lokal pada pekerjaan kasar dan upah yang murah dengan berbagai alasan, seperti kualitas SDM yang dimiliki masyarakat lemah dan stigmasi masyarakat lokal pemalas.
Sementara dengan menjadi buruh perkebunan sawit, seluruh waktu tersita untuk bekerja di kebun sawit, sehingga untuk bekerja lain sebagai tambahan penghasilan hampir tidak mungkin. Belum lagi juga ada masalah dengan hilangnya lahan kebun, areal pertanian, sungai dan danau untuk mencari ikan, dan pencemaran akibat limbah sawit yang menimbulkan bau dan penyakit.
Lugasnya dapat dikatakan bahwa dengan membiarkan dan memberikan kesempatan perkebunan sawit membuka lahan arealnya di daerah yang selama ini dikelola masyarakat adat akan menimbulkan akibat, antara lain ;
- Hutan sebagai sumber penghasilan berupa binatang buruan, tumbuhan obat, rotan hutan, tempat bermukimnya hama pengganggu (yang bila hutannya habis akan membinasakan tanaman masyarakat, misalnya belalang, babi, kera) dan penyedia udara bersih akan hilang.
- Kebun dan lahan pertanian sistem lokal akan hilang akibat digusur dan berganti dengan hamparan sawit, akibatnya masyarakat tidak dapat lagi menghasilkan beras sendiri dan tergantung dengan beras dari luar yang harganya tinggi. Selain beras juga akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh sumber hayati berupa sayuran, buah-buahan dan sumber nabati lainnya. Semuanya harus dibeli dengan harga tinggi.
- Masyarakat tidak akan mempunyai lahan lagi karena sudah diambil oleh perkebunan, dimasa datang tanah-tanah hanya akan dikuasi oleh segelintir orang berduit saja dan rakyat akan menjadi buruh selamanya sampai keanak-cucu.
- Limbah sawit sejak pembukaan lahan yang menyebabkan kekeruhan sungai-danau dan penutupan banyak anak sungai mengakibatkan terganggunya habitat kehidupan ikan sungai-danau. Penghasilan dari mencari ikan menjadi menurun bahkan hilang sama sekali karena tempat hidupnya rusak. Ditambah lagi apabila pabrik sawit telah berproduksi maka akan mengeluarkan limbah yang bagaimanapun juga pasti pada akhirnya akan mengalir ke sungai-danau dan menyebabkan gangguan pada air yang menjadi tempat hidup ikan dan sumber air minum dan MCK manusia.
Kalau mau membandingkan secara kasar saja perolehan penghasilan secara ekonomi antara bekerja sebagai buruh perkebunan sawit dalam artian menyerahkan lahan, hutan dan tanah untuk sawit dengan mempertahankan tahan, hutan dan lahan untuk dikelola dengan sistem lokal yang selama ini terbukti dapat bertahan terhadap badai krisis dan tidak terpengaruh dolar, maka dapat digambarkan secara sederhana seperti berikut ;
Menyerahkan Tanah Untuk Sawit :
- Hutan hancur, satwa pemangsa hama (belalang, tikus) hilang dan menyerang ladang, mencari kayu untuk rumah dan keperluan lainnya tidak bisa
- Tanaman yang ada mono-culture (seragam)
- Tanah menjadi milik perusahaan, anak cucu tidak punya warisan tempat mencari nafkah
- Terjadi konflik kepemilikan lahan akibat penggusuran oleh perusahaan
- Terjadi pencemaran akibat limbah pabrik
- Bekerja sebagai buruh upah
Mengelola Tanah Sendiri :
- Hutan masih lestari, satwa pemangsa hama seperti ular dan elang masih dapat memangsa tikus dan belalang, mencari kayu untuk keperluan rumah tangga mudah
- Tanaman yang ada beranekaragam
- Tanah masih menjadi milik sendiri, anak-cucu mempunyai harapan masa depan
- Pengelolaan lahan secara komunal dan sistem kekeluargaan
- Tidak ada pencemaran akibat limbah
- Bekerja sebagai pemilik usaha sendiri
Kemudian, jika mau berhitung perbandingan pendapatan antara menjadi buruh perkebunan sawit dan mengelola tanah sendiri untuk usaha, kira-kira dapat diperoleh hitungan berikut :
Menyerahkan Tanah Untuk Sawit :
- Gaji sebagai buruh perkebunan dengan suami istri bekerja adalah Rp. 17.500,-/orang/hari 2. Dalam satu tahun pengasilan yang diperoleh adalah sebesar Rp.17.500,- X 2 orang X 365 hari = Rp.12.775.000,
- Pengeluaran setiap bulan untuk menghidupi keluarga (membeli beras, membeli ikan, membeli sayur, sekolah anak, transportasi, hiburan dll) diperkirakan adalah sebesar Rp. 750.000,-. Total pengeluaran dalam setahun adalah Rp. 750.000,- X 12 = Rp. 9.000.000,-
- Hasil bersih yang di dapat adalah Rp. 3.775.000,- dalam setahun bekerja penuh tanpa henti (365 hari)
Mengelola Tanah Sendiri :
- Bertani padi lokal yang dikerjakan selama 8 bulan sejak membuka lahan sampai selesai panen. Sekali panen dapat mengasilkan padi sebanyak 2 koyan (1 kojan=1000 gantang) atau 4 ton padi. Harga jual padi adalah Rp. 4.000,-/gantang. Hasilnya sebesar Rp. 8.000.000,
- Sementara menunggu, antara proses menugal sampai proses memagar ada masa selama 2 bulan yang dapat digunakan untuk bekerja mencari ikan atau mencari rotan dihutan atau bertukang dengan hasil sebesar Rp. 25.000,- sd. 30.000,-/hari (Rp.750.000,- sd. 900.000 sebulan).
- Jeda waktu ini juga ada pada saat sesudah memagar dan sesudah panen sambil menunggu musim menabas selanjutnya. Total jeda ini adalah sebanyak 4 bulan. Perhitungannya 4 bulan X Rp. 750.000,- (sd. Rp. 900.000,-) = Rp. 3 juta sd. Rp.3,2 juta
- Hasil keseluruhan adalah Rp. 8 juta + 3 juta = Rp. 11 juta.
- Pengeluaran sebagai modal usaha tani dan sampingan Rp. 3 juta
- Pengeluaran keluarga sekitar Rp. 300.000,- / bulan (sangat rendah karena sayur, ikan dan beras tidak membeli)
- Hasil bersih setahun adalah Rp. 11.000.000,00 – Rp. 3.000.000,00 – (12 X Rp. 300.000,00) = Rp. 4.400.000,-
Melihat perhitungan diatas sekarang kita tinggal memilih :
- Mempertahankan tanah-tanah hak adat dan hak milik dan dapat dimanfaatkan juga oleh generasi anak-cucu kita, atau ;
- Menyerahkannya kepada perusahaan perkebunan sawit dan kita akan kehilangan sumber usaha selamanya serta dihujat oleh generasi anak-cucu kita karena mereka tidak memiliki lagi tanah-tanah dan sumberdaya alam yang kita pinjam dari mereka.
1 comment:
Post a Comment