Monday, November 21, 2011

PT. BCL Rampas Tanah


3 Warga Patangkep Tutui Barut Ditangkap


Palangkaraya [SOB]-Konflik antara masyarakat dengan perusahan perkebunan kelapa sawit PT. BHADRA CEMERLANG LESTARI (BCL) memuncak dengan aksi pembabatan tanaman sawit milik perusahaan oleh warga Desa Bentut Kecamatan Patangkep Tutui, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah yang kemudian 3 orang warga ditangkap dan dijadikan tersangka oleh Polres Barito Timur.

Sengketa berawal pada tahun 2005, dimana PT. BCL mulai menggarap lahan untuk dijadikan Perkebunan Kelapa Sawit diatas tanah yang sebagian besar adalah lahan kelola milik masyarakat yang sudah dikelola dari dahulu secara turun temurun.

Masyarakat yang tidak terima dengan masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menghancurkan kebun-kebun karet, rotan, buah-buahan milik masyarakat berusaha melakukan perebutan kembali dengan cara menduduki lahan-lahan milik mereka yang kini telah ditanami kelapa sawit oleh PT. BCL. Pihak perusahaan kemudian berjanji akan menyelesaikan sengketa ini dengan melibatkan pihak Pemda Barito Timur.

Kemudian pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Timur turun kelokasi melakukan pengukuran lahan dan berjanji akan memproses masalah sengketa lahan tersebut. Dilain pihak, perusahaan tetap melakukan aktivitas di perkebuanan itu.

Pada tanggal 10 November 2008 pihak Pemda Barito Timur baru membentuk Tim Verifikasi Lahan yang berjanji akan segera menyelesaikan sengketa tersebut. Namun sampai dengan bulan Juni 2009 tidak ada penyelesaian atas sengketa lahan ini. Sedangkan Pihak perusahaan PT. BCL tetap terus beroprasi.

Warga merasa kecewa terhadap Pemda Barito Timur dan PT. BCL yang hingga sekarang tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masyarakat merasa tidak mendapatkan keaadilan dan akhirnya pada pertengahan Juni 2009 melakukan aksi Pembabatan tanaman sawit milik PT. BCL.

Hari Jum’at [18/6/09] sekitar jam 11.00 WIB dilakukan penangkapan terhadap tiga orang warga yang ikut dalam aksi pembabatan tanaman sawit tersebut yakni Tiar, Yahab dan Akud oleh Polres Barito Timur. Ketiganya ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Barito Timur.

Pada [19/6/09] ratusan warga dari Desa Bentot Kecamatan Patangkep Tutui melakukan demo mendatangi kantor Polres Barito Timur dan meminta agar pihak kepolisian menangkap mereka semuanya. Masyarakat menilai yang memiliki lahan dan melakukan aksi pembabatan tanaman sawit milik sawit PT. BCL tersebut tidak hanya dilakukan oleh 3 orang yang kini ditahan itu, melainkan mereka semua juga ikut dalam aksi pembabatan itu. Ratusan masyarakat yang mendatangi Polres tersebut adalah pemilik lahan yang kini dalam sengketa dengan PT. BCL. Setelah melakukan aksi demo masyarakat kembali pulang.

Pada tanggal 21 Juni 2009 beberapa orang warga dari Desa Bentut Kecamatan Patangkep Tutui datang ke kantor WALHI Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo di Palangka Raya untuk mengadu dan menceritakan kronologis masalah yang menimpa warga desa Bentut tersebut. Mereka berharap Walhi dan SOB dapat membantu penyelesaian kasus mereka.

Warga Sembuluh Keberatan Pabrik Sawit



Rabu, 30 Juni 2010 | 04:20 WIB
BANJARMASIN, KOMPAS - Tiga pekan terakhir penduduk Desa Sembuluh I dan II di Kabupaten Haruyan, Kalimantan Tengah, menyatakan keberatan adanya pabrik minyak sawit mentah PT Selonok Ladang Mas di wilayah mereka.
Warga khawatir pabrik itu akan mencemari Danau Sembuluh yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat. Warga mengirim surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup, pemerintah daerah, serta lembaga swadaya masyarakat pemerhati lingkungan Save Our Borneo (SOB) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng.
Syahrun, tokoh warga Sembuluh I yang dihubungi dari Banjarmasin, Selasa (29/6), mengatakan, lokasi pabrik sangat dekat dengan Danau Sembuluh. ”Berdasar pengalaman di desa tetangga, perusahaan yang dekat dengan sumber air akan mencemari air,” katanya.
Selain itu, menurut Syahrun, pabrik yang tengah dibangun itu menyalahi analisis mengenai dampak lingkungan. Seharusnya, lokasi pabrik berada di dekat Sungai Kelua yang alirannya tidak masuk ke Danau Sembuluh, bukan di dekat Sungai Sungai Geronggang dan Sungai Tetawe.
Direktur Eksekutif SOB Nordin dan Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Ari Rompas secara terpisah mengatakan, tanggal 18 dan 19 Juni pihaknya bersama Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalteng dan Dinas Perkebunan Kalteng meninjau lokasi. Ternyata lokasi pabrik hanya berjarak 400 meter dari jalan negara dan 1.200 meter dari danau. ”Jarak itu bergeser sekitar 9 kilometer dari lokasi awal,” ujar Nordin.
Peletakan batu pertama pabrik dilakukan oleh Wakil Bupati Seruyan, camat, musyawarah pimpinan daerah, serta Kades Sembuluh II. Kepala BLHD Kalteng Moses Nekodemus belum memberikan keterangan karena sedang rapat. (WER)

Kasus Tambang di Kabupaten Seruyan Tanpa IPPKH

Kasus Posisi PT. Graha Surya Tambang,

KP Pertambangan Bijih Besi di Kabupaten Seruyan Tanpa IPPKH

1. Surat Keputusan Bupati Seruyan No. 200 Tahun 2007, tanggal 26 Juni 2007 tentang Kuasa Pertambangan Ekplorasi Bahan Galian Bijih Besi an. PT. Graha Surya Tambang seluas 9.795 Ha

2. Surat Keputusan Bupati Seruyan No. 189 Tahun 2009, 08 Agustus 2008 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Exploitasi Bijih Besi dan Logam Dasar an. PT. Graha Surya Tambang seluas 718 Ha lokasi di Desa Bukit Buluh dan Mugi Panyuhu Kecamatan Seruyan Tengah Kabupaten Seruyan

3. Surat Keputusan Bupati Seruyan No 190 Tahun 2009, 09 Agustus 2008 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Pengangkutan dan Penjualan Bahan Galian Bijih Besi dan Logam dasar an. PT. Graha Surya Tambang, seluas 718 Ha dengan lokasi di Desa Bukit Buluh dan Mugi Panyuhu kecamatan Seruyan Tengah Kabupaten Seruyan

4. Surat keputusan Bupati Seruyan No 191 Tahun 2009, 09 Agustus 2008 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Pengolahan dan Pemurnian Bahan Galian Bijih Besi dan Logam Dasar an. PT. Graha Surya Tambang, seluas 718 Ha dengan lokasi di Desa Bukit Buluh dan Mugi Panyuhu kecamatan Seruyan Tengah Kabupaten Seruyan

Bahwa Perusahaan tersebut tidak memiliki dokumen Amdal dan pada tanggal 8 Januari 2011 sedang di lakukan pembahasan dokumen Kerangka Acuan, hal ini tertuang di dalam Surat Undangan Komisi Penilai Amdal No. 660/528/Kom-Amdal/XII/2010, tanggal 30 Desember 2010.

Bahwa Gubernur Kalimantan Tengah telah mengeluarkan Rekomendasi Ijin Pinjam pakai Kawasan Hutan untuk Kegiatan Explorasi an. PT. Graha Surya Tambang No 540/163/EK, tanggal 22 Febuari 2010 kepada Menteri Kehutanan

Bahwa Perusahan tersebut telah mengajukan Permohonan Dispensasi Pelaksanaan Export , hal tersebut tertuang di dalam Surat Direktur Utama PT. Graha Surya Tambang No. 18/PT.GST/SPT/V/2010 tanggal 3 Mei 2010

Bahwa PT. Graha Surya Tambang telah melakukan kegiatan expolitasi tambang tanpa memiliki Ijin Memasuki Kawasan Hutan/Penggunaan Kawasan serta Ijin Pinjam Pakai Kawasan hutan yang sesuai dengan Permenhut 43 Tahun 2008, bukti otentik nya adalah Surat Gub Kalteng No. 540/370/Tamben, tanggal 21 Mei 2010 tentang Dispensasi IP2BG kepada PT. Graha Surya Tambang dan Berita Acara Pemerikasaan Stock off name PT. Graha Surya Tambang No. 540/86.3/Distamben-IV/2010 dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Seruyan, bahwa barang yang di periksa (tergali) sebanyak 100.000 ton, dengan rincian :

a. Berada di lokasi Tambang sebanyak ± 29.500 ton

b. Berada di lokasi unit Pencucian sebanyak ± 39.500 ton

c. Berada di Pelabuhan Bumiharjo Kotawaringin Barat sebanyak ± 31.000 ton

Pemberian Dispensasi IP2BG di berikan kepada Bijih Besi yang sudah terlanjur di gali dan telah di bayarkan royality nya, sebagian bijih besi itu (28.000 telah di bayar royalty kepada negara), sisa nya 72.000 Ton, bagaimana…????

Apa dasar hukum pihak PT. Graha Surya Tambang melakukan Penggalian Bijih Besi di dalam Kawasan Hutan sehingga menghasilkan Bijih Besi sebanyak 100.000 ton

Dalam perspektif lingkungan hidup jika mengacu UU 32 Tahun 2009 bagaimana dengan dampak lingkungan dan perubahan bentang alam yang di timbulkan terhadap Bijih Besi yang telah di gali sebanyak 100.000 ton tersebut, karena PT. Graha Surya Tambang tidak memiliki Dokumen Amdal

Dalam perspektif UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang merupakan dasar hukum terbitnya Permenhut 43 Tahun 2008, PT. Graha Surya Tambang telah melakukan kegiatan Penggalian Bijih Besi sebelum memiliki Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan

Perlu dan mendesak agar di lakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap PT. Graha Surya Tambang karena di samping ada cacat administrasi dalam tahapan perijinan tersebut, juga seluruh proses perijinan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundangan yg berlaku dan mengakibatkan kerugian Negara.

Itan [MLK]

Wilmar Buang Limbah Pabrik CPO Langsung ke Sungai


[Saveourborneo], Perjalanan dengan mobil selama 8 jam lebih dari Palangkaraya menuju perkebunan kelapa sawit PT. Kerry Sawit Indonesia [subsidiary company of Wilmar] di Seruyan berhasil mendokumentasikan aktivitas pembuangan limbah pabriknya ke parit-parit dikebunnya tanpa proses pengolahan dan pemindahan ke land aplikasi. Meskipun di blok 073 nampak tertulis jelas “lokasi land aplikasi”, namun justu limbah berwarna kuning mengalir ke parit besar di tepi jalan kebun antara blok 073 dan 074.

Pengamatan SOB, pembuangan limbah tersebut dilakukan di parit-parit pada blok 074. Limbah tersebut langsung menuju saluran besar dan mengalir ke sungai Pukun. Sungai pukun sendiri bermuara langsung ke Sungai Seruyan dan masih menjadi tempat andalan banyak warga untuk mencari ikan.

Aktivitas pembuangan limbah oleh PT. KSI ini dilakukan diam-diam dan hanya apda jam tertentu, terbukti ketika sekitar jam tengah hari limbahnya mengalir deras, namun apda sore hari ketika dikontrol lagi oleh SOB, limbahnya sudah berhenti sementara.

SOB menduga pembuangan langsung tanpa proses pengolahan ini sudah berlangsung lama dan sengaja atas kebijakan perusahaan.

Friday, July 15, 2011

Mengenang Kriminalisasi Wardian


Saat ini dimuat Wardian sudah bebas setelah menjalani hukuman selama 6 bulan sejak tgl 25 Nopember 2010 sdh 24 Mei 2011.

========


Kriminalisasi Wardian

Petani Desa Sembuluh, Kecamatan Danau Sembuluh Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah

Oleh Kepolisian Resort Seruyan

Atas konflik lahan dengan PT. Salonok Ladang Mas.

Identitas

Nama : Wardian

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 55 tahun

Pekerjaan : Tani

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Desa Sembuluh I Kecamatan Danau Sembuluh Kabupaten Seruyan,

Kalimantan Tengah

Kronologis

1. Penangkapan dan Penahanan Wardian, oleh Polsek Danau Sembuluh pada tanggal 25 November 2010 merupakan rentetan dari konflik tanah antara Pak Wardian dengan PT. Selonok Ladang Mas (PT. SLM) sejak Tahun 2005.

2. PT. SLM merampas tanah pak wardian seluas kurang lebih 11 ha, yang terletak di desa Sembuluh, yang terletak di dua lokasi, satu lokasi seluas 3,39 ha, tanah itu merupakan warisan Wardian dari leluhurnya. Selebihya sekitar 8 ha dibeli Wardian dari Ayib Hasan sekitar tahun 2003. Ayib Hasan mewarisi tanah tersebut dari Orang taunya dan memiliki Surat Keterangan dari Kepala Desa tahun 1975. (foto copy surat keterangan dan kwitansi terlampir). Saat ini tanah tersebut dijadikan Blok 13 dan 14 PT. SLM

3. Perampasan lahan tersebut dilakukan PT. SLM dengan menanami tanah Wardian dengan tanaman kelapa sawit sejak sekitar tahun 2005 tanpa sepengetahuan Pak Wardian. Hingga saat ini masi ada pohon durian milik pak wardian tumbuh di atas tanah konflik tersebut, yang besar pohonnya saja sudah sebesar droom; (foto terlampir)

4. Sejak tahun 2005 itu Wardian selalu melakukan upaya-upaya agar tanahnya di kembalikan. Upaya-uapya selama ini memang masih hanya lisan, diantaranya dengan menemui General Menegar PT. SLM. Telah 5 kali GM PT. SLM berganti, Wardian mempertanyakan penyelesaian tanahnya kepada ke lima orang GM ini, namun hingga saat ini tidak ada penyelesaian oleh PT. SLM

5. Pada Tanggal 30 Maret 2010 Wardian memotong Buah Sawit yang tumbuh di tanah miliknya yang dirampas PT. SLM dengan cara menanaminya dengan tanaman Kelapa Sawit, Pemotongan buah ini dilakukan Pak Wardian agar PT. SLM serius menyelesaikan konflik tanah yang telah berlarut-larut hingga 5 tahun.

6. Sebelum melakukan pemotongan Buah tersebut Pak Wardian telah memberikan Surat kepada pimpinan PT. Selonok, tertanggal 11 Maret, yang ditembuskan kepada PJ Kepala Desa Sembuluh I, Camat Danau Sembuluh, Kapolsek Danau Sembuluh, Danramil Danau Sembuluh. Dalam Surat tersebut Pak Wardian mempertanyakan tindak lanjut penyelesaian lahan konvensasi miliknya. Dan mengatakan jika tidak ada penyelesaian mak dianya akan melakukan pemanenan di lahan tersebut. (terlampir surat)

7. Pada hari pemotongan itu beberapa orang pekerja PT. SLM datang ke tanah konflik, diantaranya Asisten Sukaji, Mandor Badrin, Mandor Yusuf dan Mandor Yatmo. (ada foto) Kepada mereka Wardian mengatakan, bahwa Wardian memotong buah sawit agar perusahaan tanggap terhadap konflik tanah;

8. Setelah memotong sawit di tanah konflik Wardian pulang ke Rumah.

9. Besoknya tanggal 31 Maret 2010 Wardian ke Sampit karena anaknya sakit. Saat di sampit Wardian menerima telepon dari polisi yang menyuruh Wardian pulang terkait Buah yang dipotong di tanah konflik. Wardian mengatakan agar polisi tersebut menunggunya di pondok. Hari itu juga Wardian pulang

10. Setelah samapi di rumah Wardian didatangi 4 orang Polisi. Secara lisan polisi ini menayakan Wardian. “Gimana Pak Wardian Buah ini diamanakan, karena perusahaan tidak bisa memanenya juga bapak”. Sebelumnya telah ada kesepakatan diantara Wardian dan Perusahaan bahwa buah di tanah itu tidak dapat dipanen. Wardian mengatakan “boleh, saya memotongnya sekedar supaya perusahaan itu tanggap dengan persoalans aya”

- Keempat polisi yang datang ke pondok Wardian adalah :

1. Brigpol Efendi Hari Setyawan (HP: 081251470666)

2. Briptu Henra Riswinda (085751351818

3. Bripda Marlian Noor (085226634700)

4. Bribda Taufiq Sukma (085751478499)

- Pada jam 9.30 malam jumat tanggal 1 buah itu dicuri oleh kepala kebon PT. SLM, yaitu pak Bambang dengan polisi yang 4 (yang saya catat namanya itu)

- Pada saat diangkat pak Wardian menanyakan “pak siapa yang memerintahkan? Bambabang menjawab perintah atasan dan kapolres” Kemudian Pak wardian mencatat perkataan dengan pak Bambang (ada catatan)

- Sepengetahuan pak Wardian Buah itu dibawa ke PT. SLM

11. Malam Jumat tanggal 1 April sekitar jam 09.30, (sekitar 42 jam setelah dipotong) buah yang diletakkan begitu saja di jalan, diangkat oleh Jonder No. FT 0605 yang diketahui milik perusahaan. Dikawal oleh mobil Estrada, No Polisi KH 8174 KH, di dalamnya turut serta Kepala Kebon Bambang.

12. Pada saat buah tersebut diangkat, Wardian bertanya kepada Bambang, “pak siapa yang memerintahkan?” Bambang menjawab “Perintah atasan dan Kapores.

13. Pada tanggal 15 Mei 2010, Wardian memngirikan surat kepada pimpinan PT. Selonok Ladang Mas, yang isinya menolak hasil mediasi yang diadakan antara PT. SLM dengan Evig Santoso (Anggota DPRD Kabupaten Seruyan yang juga merupakan anak menantu Wardian) yang di Mediasi oleh Saduarjo, yang dialakukan di PT. SLM pada tanggal 1 Mei 2010. Dalam surat tersebut kembali Wardian menawarkan beberapa carai penyelesaian konflik tanahnya dengan PT. SLM; (terlampir surat dan tanda terima surat)

14. Atas upaya-upaya ini, bukan penyelesaian konflik yang diperolah Wardian, malah sekitar bulan Juli 2010, Wardian dipanggil Polsek Danau Sembuluh untuk dimintai keterangannya sebagai saksi tidak pidana pencurian, Sesuai Surat panggilan No. Pol: SP/21/VII/2010/ Reskrim, tertanggal 10 Juli 2010. (surat panggilan terlampir)

15. Sekitar 2 bulan kemudian (setelah panggilan pertama), pada tanggal 16 Septembar Wardian dipanggil kembali sebagai saksi tindak pidana pencurian dengan pemberatan, sebagai mana dimaksud dalam pasal 363 KUHPidana, untuk menghadap Kapolsek Danau Sembuluh Tanggal 20 September 2010; (Surat Panggilan dan BAP terlampir. Wardian tidak pernah dipanggil dan dimintai keterangannya sebagai tersangka.

16. Dari hasil pemeriksaan bahwa kasus pencurian tersebut tidak jadi diteruskan karena lahan yang dimaksud masih bersetatus sengketa sehingga lahan tersebut menjadi status quo, terjadi kesepakatan disitu antara perusahaan dan pak wardian, tidak boleh melakukan aktifitas dilahan. Artinya dalam kasus ini semua persoalan terkait pencurian sawit telah dianggap selesai. *(surat kesepakatan ada di pak wardian)*

17. Pada tanggal 10 November 2010, Wardian membuat pagar dan pondok di tanah sengketa tersebut. Namun Sebelum melakukan pemagaran, terlebih dulu Wardian meminta ijin ke pimpinan PT. SLM, ke Polsek Danau Sembuluh dan disetujui oleh pihak PT. SLM dengan diwakili oleh manajer lapangan yaitu Bambang. Waktu itu Bambang mengatakan kepada Mandor Yatmo “Pak mandor, kamu bilang sama karyawan supaya pondok Pak Wardian ini jangan sampai di rusak, sekalipun sudah diselesaikan nanti, harus pak Wardian yang membongkarnya”

18. Tanggal 19 Novembeer 2010, pagar dan pondok yang didirikan Wardian dirobohkan orang lain, tanpa seijin Wardian.

19. Wardian menduga yang merobohkan Pagar dan pondok tersebut adalah para pekerja PT. Selonok Ladang Mas dilator belakangin oleh konflik tanah.

20. Maka Pada hari itu juga (tanggal 19 November 2010) Wardian datang kekantor PT. SLM untuk minta penjelasan kepada pimpinan perusahaan, siapa dan kenapa pondok dan pagar miliknya dirusak .

21. Sebelum sampai kantor PT. SLM , Wardian bertemu dengan Kepala Keamanan PT. SLM yang bernama Kholil, yang ketika Wardian tiba sedang duduk di depan kantor PT. SLM. Dengan menunjukkan sikap yang tidak ramah terhadap Wardian, Kholil bertanya” Kenapa kamu datang ke sini” Kemudian Wardian bertanya “Pak Siapa yang merusak pondok saya tadi”. Kholil menjawab “Saya, apa maunya kamu? Saya ini mantan polisi” Kata kepala kemaamanan tersebut sambil mengusir pak wardian supaya pergi dari PT. SLM.

22. Merasa di perlakuakn tidak hormat, Wardian emosi, kemudian dipegangnya dagu si Kholil diantara ibu jari dan jari telunjuk lalu diangkatnya dagu si Kholil ke atas. Melihat Wardian emosi, Yono anaknya yang bersama Wardian saat itu melerai. Setelah dilerai maka terjadi adu mulut antara Wardian dengan Kholil.

23. Kemudian datang Humas PT. Selonok dan 2 orang brimob, mereka membawa Wardian dan Kholil ke kantor PT. SLM, di kantor tersebjut mereka didamaikan oleh Kepala Kebon Bambang, merekapun salam-salaman. Akan tetapi Kholil tidak mau menyalam Wardian.

24. Pada tanggal 22 November 2010, melalui No. Pol. SP/54/XI/2010/Reskrim, Polsek Danau Sembuluh memanggil Wardian, untuk menghadap Kapolsek Danau Sembuluh di Kantor Pos Polisi di Muarai Bangkal pada tanggal 25 untuk didengar keterangannya selaku tersangka dalam perkara tidak pidana Penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHPidana, (surat panggilan terlampir)

25. Tanggal 24 November 2010, Wardian melaporkan tindakan pengerusakan pagar dan pondoknya, ke Polsek Danau Sembulun di Pos Polisi di Muara Bangkal. (Polsek Danau Sembuluh tidak memberikan STPL maupun BAP atas laporan ini)

26. Tanggal 25 dengan itiket baik Wardian menghadiri panggilan Kapolsek Danau Sembulu di Pos Polisi di Muara Bangkal seperti yang diminta Kapolsek Danau Sembuluh dalam surat panggilan No. Pol. SP/54/XI/2010/Reskrim,

27. Sesampainya di Pos Polisi Bangkal Wardian tidak diperiksa sesuai surat panggilan akan tetapi dibawa ke Kuala Pembuang, (sekitar 5 jam perjalanan dengan mobil dari Muara Bangkal) dan ditahan di Polres Seruyan dengan sangkaan melakukan perbuatan sesuai pasal 362 jo 363; Surat penangkapan dan penahanan diberikan polisi kepada Wardian dan kepada keluarga setelah Waridian di Tahan.

28. Polsek Danau Sembuluh Menahan Wardian sejak tanggal 25 November 2010, dengan menitipkannya di tahanan Polres Seruyan

29. Tanggal 3 Desember 2010, penahanan Waridian beralih dari Penyidik ke Jaksa. Wardian ditahan di Sampit oleh Kejaksaan Negeri Kuala Pembuang. (terlampir surat penahanan jaksa)

30. Tanggal 6 Desember, Wardian menjadi Tahanan Pengadilan Negeri Sampit hingga tanggal 4 Januari 2011;

31. Hari Senin tanggal 13 Desember 2010, Wardian disidangkan di Pengadilan Negeri Kota Waringin Timur di Sampit, tanpa Surat Pemberitahuan Sidang baik kepada Wardian, keluarganya maupun kepada kuasanya, oleh keren itu Wardian meminta sidang ditunda.

32. PN Sampit juga tidak memberikan Surat Pemberitahuan Penahanan. Ketika PH meminta ke PN Sampit tanggal 14 Desember, Sekretaris Panitra PN Sampit mengatakan telah diberikan ke LP Sampit. Ketika diminta ke LP Sampit, merka mengatakan belum diterima dari PN. Surat itu diberikan tanggal 15 Desember 2010 oleh LP Sampit, yang menurut informasi pihak LP baru diberikan PN sampit ketika diminta.

33. Tanggal 16 Desember 2010, Kejaksaan Negeri Seruyan memberikan berkas perkara***

Catatan: Kronologis versi pak wardian

Beberapa penanganan hukum yang janggal dalam kasus Wardian:

1. Ada perbedaan tanda tangan Wardian dalam BAP yang diberikan Polsek Seruyan (halaman 1 dan 2 beda dengan hal 3). Sehingga diduga ada pemalalsuan tanda tangan dalam BAP. Dugaan ini diperkuat oleh point 17 yang kacau;

2. Dakwaan Jakas tidak berdasarkan BAP penyidik, terkesan di terjemankan dan dianalisis sendiri oleh jaksa, padahal Jaksa tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap saksi maupun tersangka. Misalnya Keterangan Wardian dalam BAP Polisi, yang menyatakan bahwa tanah tempat dia memotong kelapa sawit adalah tanah sengketa, tidak dimasukkan sama sekali dalam dakwan oleh Jaksa;

3. Para penegak hukum tidak memberikan hak-hak wardian, dari sejak penyidikan hingga pemeriksaan di muka pengadilan.

Pilkada, Tebar Pesona dan Kriminalisasi Warga

Catatan Kecil 2010

Pilkada, Tebar Pesona dan Kriminalisasi Warga

Nordin*)


Save Our Borneo [des.2010]- Dua kata pertama dari judul tulisan sebagai refleksi 2010 ini sudah jelas-jelas saling berhubungan sangat erat, ibarat amplop dan perangko. Pilkada, baik Pilkada Kabupaten [yang ada di 2 kabupaten di Kalteng] dan Pilkada Provinsi Kalimantan Tengah sendiri jelas-jelas merupakan ajang cari muka dan tebar pesona disertai tebar janji manis yang sudah jadi rahasia umum.


Apa buah hasil dari Pilkada dan Tebar Pesona itu ? setidaknya terpilih pimpinan daerah yang punya pesona atau mampu menampilkan pesona wajahnya yang seolah sangat pro-rakyat, pro perubahan, pro-lingkungan dan pro-pro lainnya. Juga dihasilkan sebuah kekisruhan pilkada [di Kobar] yang tidak menghasilkan apa-apa kecuali semakin memperjelas borok dan topeng politik dari pimpinan daerah yang sesungguhnya tidak siap kalah dan hanya siap menang.


Pilkada yang terjadi 2010 ini, meskipun hanya 3 pilkada yaitu 2 kabupaten dan 1 propinsi sangat-sangat menampakan wajah asli para pihak yang terlibat, meskipun sudah demikian rupa dipoles dengan topeng politis. Tengok saja keberpihakan birokrasi pada salah satu calon, upaya kolekte pada pemodal, dan bahkan petualang politik yang turut mewarnai ajang adu citra tersebut.


Lepas dari itu, kisruh juga mewarnai perebutan suara di berbagai daerah, tersiar kabar para punggawa daerah ini saling sikut kerena merasa koleganya [yang meskipun se-partai ] tidak / kurang mendukungnya dan ini berlanjut terus hingga sampai ke urusan NIP CPNS yang juga jadi polemik.


Adakah perubahan fundamental yang terjadi dari penyelenggaran Pilkada yang menghabiskan sangat banyak uang rakyat tersebut terhadap kehidupan warga-warga biasa, dalam artian rakyat secara harpiah ? jawabannya ada ? yaitu warga dibeberapa daerah harus gigit jari terus karena lahannya, tanahnya, sungainya dirampas dan dirusak oleh investasi yang sudah menyandera para politisi.


Jelas pemodal ini merasa berani dan aman, toh mereka sudah dapat jaminan kemanan dari jasanya menyumbang para calon [bahkan tanpa malu-malu ada calon yang mengumpulkan mereka ini disaat mejelang pilkada dengan alasan konsolidasi ; suara dan uang tentunya].


Kriminalisasi dan problematika serta konflik antara pemodal yang notabane punya hubungan mutualistis yang lebih dekat dengan pejabat politik [jauh lebih dekat dibandingkan hubungannya dengan rakyat, yang hanya dibutuhkan ketika suaranya diperlukan di bilik suara] semakin menjadi-jadi, sementara penyelesaian dan fasilitasi pemerintah bahkan parlemen daerah terhadap permasalahan lahan dan konfliknya dengan persauhaan raksasa hanya lips service saja.


Kejadian lucu dialami oleh seorang aktivis WALHI Kalimantan Tengah ketika mendampingi warga Kapuas bertemu dengan wakil mereka di parlemen Kalteng. Alih-alih difasilitasi untuk mencari solusi penyelesaian masalah konflik dan protes mereka terhadap PT. GAL, seorang wakil rakyat [sekali lagi wakil rakyat, bukan wakil rayap] justru meminta WALHI Kalteng memfasilitasi warga untuk mengurus dan mendampingi warga untuk bertemu dan berdialog dengan pihak-pihak lainnya. Tentu saja Fandi [aktivis WALHI Kalteng tersebut], geram dan menyahut :” lho yang menjadi wakil rakyat khan sampeyan, bukan WALHI. Yang digaji rakyat dari uang pajak khan sampeyan, bukan WALHI. Sampeyan dong yang harusnya berkewajiban untuk melakukan apa yang disarankan itu”.


Bukannya terima dengan apa yang disampaikan bersama dengan fakta-faktanya bahwa mereka itu adalah mengecap gaji dari uang pajak rakyat, malahan sengit dan merasa paling pintar, namun tidak mau sibuk untuk urusan rakyat kecil.


Paling banter yang diperoleh warga negara yang sedang sial adalah berupa sekian surat yang dikeluarkan sebagai rekomendasi, tapi ujung-ujungnya hanya jadi sampah dan macan kertas saja tanpa ada tindakan lanjutnya jika tidak diselesaikan oleh pemodal [ lebih tepat jika perusahaan raksasa ini disebut kompeni besar].


Di Kapuas, warga yang bersengketa dengan PT. GAL mendapat kriminalisasi karena emosi dengan pejabat berwenang yang membuat mereka seperti bola ping-pong. Penyelesaian substansialnya-pun akhirnya tidak kunjung selesai. Sudah tahu bermaslaah, justru Komisi Amdal / Badan Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah menyetujui untuk terbitnya AMDAL bagi PT. GAL, padahal yang namanya Amdal juga memuat soal social, salah satunya konflik, mestinya jika masih ada sengketa dan konflik, maka Amdal tidak bisa berjalan mulus dulu.


Di Seruyan ada sengketa lahan transmigrasi di Sukamandang dengan PT. BJAP juga tidak pernah jelas selesainya, pastikan saja, jikapun dianggap selesai maka yang menanggung rugi dan derita adalah rakyat kecil.


Lain lagi dengan di Sembuluh dan Bangkal, masih Seruyan juga. Nyata-nyata perusahaan telah mencaplok lahan warga dan tidak ada kesepakatan ganti rugi dengan warga, dan warga memutuskan untuk tidak menyerahkan lahanya, justu mendapat perlakuan tidak menyenangkan berupa kriminalisasi dengan tuduhan pencurian buah sawit dari PT. Salonok Ladang Mas [padahal mereka memotong buat itu akibat lahanya sengketa dan tidak pernah ada penyelesaian].


Warga bangkal justu juga mendapat kesialan lain dimana ketika mereka menjalankan ritual adatnya untuk menjaga lahanya dengan cara memasang taringting sawang, malah dituduh menganggu aktivitas perusahaan [PT. MHBP], sementara perusahaan yang telah nyata-nyata menggangu asap dapur warga dengan merusak dan merampas tanahnya enak-enakan saja duduk di belakang meja.


Cerita kriminalisasi adalah cerita milik rakyat biasa, bukan cerita milik kompeni besar, bukan pula cerita peserta apalagi pemenang Pilkada. Bobolnya kolam limbah PT. SSP di Parenggean dan PT. BHL ke Sungai Bamban tidak pernah merepotkan aparat polisi atau bahkan hanya PPNS lingkungan untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan, apalagi menyibukan jaksa penuntut umum, ahhhh….itu sangat jauh sekali. Cerita semburan limbah pabrik, bukan dan sangat jauh berbeda cerita rakyat kecil yang seringkali berakhir dengan jeruji besi, walaupun hanya memotong sebatang pohon untuk tiang bangunan rumahnya.


Pembalakan dan pembukaan kawasan hutan tanpa ijin pelepasan kawasan hutan [IPKH] dari Kementerian Kehutanan juga bukan cerita rakyat kebanyakan, tapi cerita tentang jutaan hectare luasan kawasan hutan yang digarap dan diberikan ijin untuk perkebunan kelapa sawit.


Namun meskipun luasnya spektakuler, karena ini bukan cerita milik rakyat, maka sejarahnya jadi rumit dan buram bahkan diupayakan untuk dihilangkan dengan berbagai cara, dibuat seolah legal, dibuat seolah untuk kepentingan rakyat dan dibuat seolah tidak bermasalah secara ekologi.


Semua ini pasti ada dalangnya, ……yah, Pilkada menghasilkan dalang-dalang kawakan yang mampu memainkan wayang-wayang bodoh yang terpaksa atau sukarela turut berbuat jahat untuk generasi ini, untuk generasi masa depan dan untuk bangsa ini.


Kalau saja penegakan hukum di tanah negeri ini “pro-justita” dan bukannya ewuh pakewuh terhadap politik serta lembaga politik dan politisi-nya, maka harusnya pecolong-pencoleng kakap yang akan banyak difasilitasi oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui Lembaga Pemasayarakatan /Rutan-nya, bukan warga biasa yang hanya mempertahankan tanahnya, alat produksi utamanya dan kehidupan kecilnya yang ramai di kriminalisasi.


*) Direktur Save Our Borneo, Dewan Nasional WALHI, bertempat tinggal di Palangkaraya, No. KTP P. 62710007241, NIK 6271031211700003