Friday, July 15, 2011

Mengenang Kriminalisasi Wardian


Saat ini dimuat Wardian sudah bebas setelah menjalani hukuman selama 6 bulan sejak tgl 25 Nopember 2010 sdh 24 Mei 2011.

========


Kriminalisasi Wardian

Petani Desa Sembuluh, Kecamatan Danau Sembuluh Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah

Oleh Kepolisian Resort Seruyan

Atas konflik lahan dengan PT. Salonok Ladang Mas.

Identitas

Nama : Wardian

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 55 tahun

Pekerjaan : Tani

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Desa Sembuluh I Kecamatan Danau Sembuluh Kabupaten Seruyan,

Kalimantan Tengah

Kronologis

1. Penangkapan dan Penahanan Wardian, oleh Polsek Danau Sembuluh pada tanggal 25 November 2010 merupakan rentetan dari konflik tanah antara Pak Wardian dengan PT. Selonok Ladang Mas (PT. SLM) sejak Tahun 2005.

2. PT. SLM merampas tanah pak wardian seluas kurang lebih 11 ha, yang terletak di desa Sembuluh, yang terletak di dua lokasi, satu lokasi seluas 3,39 ha, tanah itu merupakan warisan Wardian dari leluhurnya. Selebihya sekitar 8 ha dibeli Wardian dari Ayib Hasan sekitar tahun 2003. Ayib Hasan mewarisi tanah tersebut dari Orang taunya dan memiliki Surat Keterangan dari Kepala Desa tahun 1975. (foto copy surat keterangan dan kwitansi terlampir). Saat ini tanah tersebut dijadikan Blok 13 dan 14 PT. SLM

3. Perampasan lahan tersebut dilakukan PT. SLM dengan menanami tanah Wardian dengan tanaman kelapa sawit sejak sekitar tahun 2005 tanpa sepengetahuan Pak Wardian. Hingga saat ini masi ada pohon durian milik pak wardian tumbuh di atas tanah konflik tersebut, yang besar pohonnya saja sudah sebesar droom; (foto terlampir)

4. Sejak tahun 2005 itu Wardian selalu melakukan upaya-upaya agar tanahnya di kembalikan. Upaya-uapya selama ini memang masih hanya lisan, diantaranya dengan menemui General Menegar PT. SLM. Telah 5 kali GM PT. SLM berganti, Wardian mempertanyakan penyelesaian tanahnya kepada ke lima orang GM ini, namun hingga saat ini tidak ada penyelesaian oleh PT. SLM

5. Pada Tanggal 30 Maret 2010 Wardian memotong Buah Sawit yang tumbuh di tanah miliknya yang dirampas PT. SLM dengan cara menanaminya dengan tanaman Kelapa Sawit, Pemotongan buah ini dilakukan Pak Wardian agar PT. SLM serius menyelesaikan konflik tanah yang telah berlarut-larut hingga 5 tahun.

6. Sebelum melakukan pemotongan Buah tersebut Pak Wardian telah memberikan Surat kepada pimpinan PT. Selonok, tertanggal 11 Maret, yang ditembuskan kepada PJ Kepala Desa Sembuluh I, Camat Danau Sembuluh, Kapolsek Danau Sembuluh, Danramil Danau Sembuluh. Dalam Surat tersebut Pak Wardian mempertanyakan tindak lanjut penyelesaian lahan konvensasi miliknya. Dan mengatakan jika tidak ada penyelesaian mak dianya akan melakukan pemanenan di lahan tersebut. (terlampir surat)

7. Pada hari pemotongan itu beberapa orang pekerja PT. SLM datang ke tanah konflik, diantaranya Asisten Sukaji, Mandor Badrin, Mandor Yusuf dan Mandor Yatmo. (ada foto) Kepada mereka Wardian mengatakan, bahwa Wardian memotong buah sawit agar perusahaan tanggap terhadap konflik tanah;

8. Setelah memotong sawit di tanah konflik Wardian pulang ke Rumah.

9. Besoknya tanggal 31 Maret 2010 Wardian ke Sampit karena anaknya sakit. Saat di sampit Wardian menerima telepon dari polisi yang menyuruh Wardian pulang terkait Buah yang dipotong di tanah konflik. Wardian mengatakan agar polisi tersebut menunggunya di pondok. Hari itu juga Wardian pulang

10. Setelah samapi di rumah Wardian didatangi 4 orang Polisi. Secara lisan polisi ini menayakan Wardian. “Gimana Pak Wardian Buah ini diamanakan, karena perusahaan tidak bisa memanenya juga bapak”. Sebelumnya telah ada kesepakatan diantara Wardian dan Perusahaan bahwa buah di tanah itu tidak dapat dipanen. Wardian mengatakan “boleh, saya memotongnya sekedar supaya perusahaan itu tanggap dengan persoalans aya”

- Keempat polisi yang datang ke pondok Wardian adalah :

1. Brigpol Efendi Hari Setyawan (HP: 081251470666)

2. Briptu Henra Riswinda (085751351818

3. Bripda Marlian Noor (085226634700)

4. Bribda Taufiq Sukma (085751478499)

- Pada jam 9.30 malam jumat tanggal 1 buah itu dicuri oleh kepala kebon PT. SLM, yaitu pak Bambang dengan polisi yang 4 (yang saya catat namanya itu)

- Pada saat diangkat pak Wardian menanyakan “pak siapa yang memerintahkan? Bambabang menjawab perintah atasan dan kapolres” Kemudian Pak wardian mencatat perkataan dengan pak Bambang (ada catatan)

- Sepengetahuan pak Wardian Buah itu dibawa ke PT. SLM

11. Malam Jumat tanggal 1 April sekitar jam 09.30, (sekitar 42 jam setelah dipotong) buah yang diletakkan begitu saja di jalan, diangkat oleh Jonder No. FT 0605 yang diketahui milik perusahaan. Dikawal oleh mobil Estrada, No Polisi KH 8174 KH, di dalamnya turut serta Kepala Kebon Bambang.

12. Pada saat buah tersebut diangkat, Wardian bertanya kepada Bambang, “pak siapa yang memerintahkan?” Bambang menjawab “Perintah atasan dan Kapores.

13. Pada tanggal 15 Mei 2010, Wardian memngirikan surat kepada pimpinan PT. Selonok Ladang Mas, yang isinya menolak hasil mediasi yang diadakan antara PT. SLM dengan Evig Santoso (Anggota DPRD Kabupaten Seruyan yang juga merupakan anak menantu Wardian) yang di Mediasi oleh Saduarjo, yang dialakukan di PT. SLM pada tanggal 1 Mei 2010. Dalam surat tersebut kembali Wardian menawarkan beberapa carai penyelesaian konflik tanahnya dengan PT. SLM; (terlampir surat dan tanda terima surat)

14. Atas upaya-upaya ini, bukan penyelesaian konflik yang diperolah Wardian, malah sekitar bulan Juli 2010, Wardian dipanggil Polsek Danau Sembuluh untuk dimintai keterangannya sebagai saksi tidak pidana pencurian, Sesuai Surat panggilan No. Pol: SP/21/VII/2010/ Reskrim, tertanggal 10 Juli 2010. (surat panggilan terlampir)

15. Sekitar 2 bulan kemudian (setelah panggilan pertama), pada tanggal 16 Septembar Wardian dipanggil kembali sebagai saksi tindak pidana pencurian dengan pemberatan, sebagai mana dimaksud dalam pasal 363 KUHPidana, untuk menghadap Kapolsek Danau Sembuluh Tanggal 20 September 2010; (Surat Panggilan dan BAP terlampir. Wardian tidak pernah dipanggil dan dimintai keterangannya sebagai tersangka.

16. Dari hasil pemeriksaan bahwa kasus pencurian tersebut tidak jadi diteruskan karena lahan yang dimaksud masih bersetatus sengketa sehingga lahan tersebut menjadi status quo, terjadi kesepakatan disitu antara perusahaan dan pak wardian, tidak boleh melakukan aktifitas dilahan. Artinya dalam kasus ini semua persoalan terkait pencurian sawit telah dianggap selesai. *(surat kesepakatan ada di pak wardian)*

17. Pada tanggal 10 November 2010, Wardian membuat pagar dan pondok di tanah sengketa tersebut. Namun Sebelum melakukan pemagaran, terlebih dulu Wardian meminta ijin ke pimpinan PT. SLM, ke Polsek Danau Sembuluh dan disetujui oleh pihak PT. SLM dengan diwakili oleh manajer lapangan yaitu Bambang. Waktu itu Bambang mengatakan kepada Mandor Yatmo “Pak mandor, kamu bilang sama karyawan supaya pondok Pak Wardian ini jangan sampai di rusak, sekalipun sudah diselesaikan nanti, harus pak Wardian yang membongkarnya”

18. Tanggal 19 Novembeer 2010, pagar dan pondok yang didirikan Wardian dirobohkan orang lain, tanpa seijin Wardian.

19. Wardian menduga yang merobohkan Pagar dan pondok tersebut adalah para pekerja PT. Selonok Ladang Mas dilator belakangin oleh konflik tanah.

20. Maka Pada hari itu juga (tanggal 19 November 2010) Wardian datang kekantor PT. SLM untuk minta penjelasan kepada pimpinan perusahaan, siapa dan kenapa pondok dan pagar miliknya dirusak .

21. Sebelum sampai kantor PT. SLM , Wardian bertemu dengan Kepala Keamanan PT. SLM yang bernama Kholil, yang ketika Wardian tiba sedang duduk di depan kantor PT. SLM. Dengan menunjukkan sikap yang tidak ramah terhadap Wardian, Kholil bertanya” Kenapa kamu datang ke sini” Kemudian Wardian bertanya “Pak Siapa yang merusak pondok saya tadi”. Kholil menjawab “Saya, apa maunya kamu? Saya ini mantan polisi” Kata kepala kemaamanan tersebut sambil mengusir pak wardian supaya pergi dari PT. SLM.

22. Merasa di perlakuakn tidak hormat, Wardian emosi, kemudian dipegangnya dagu si Kholil diantara ibu jari dan jari telunjuk lalu diangkatnya dagu si Kholil ke atas. Melihat Wardian emosi, Yono anaknya yang bersama Wardian saat itu melerai. Setelah dilerai maka terjadi adu mulut antara Wardian dengan Kholil.

23. Kemudian datang Humas PT. Selonok dan 2 orang brimob, mereka membawa Wardian dan Kholil ke kantor PT. SLM, di kantor tersebjut mereka didamaikan oleh Kepala Kebon Bambang, merekapun salam-salaman. Akan tetapi Kholil tidak mau menyalam Wardian.

24. Pada tanggal 22 November 2010, melalui No. Pol. SP/54/XI/2010/Reskrim, Polsek Danau Sembuluh memanggil Wardian, untuk menghadap Kapolsek Danau Sembuluh di Kantor Pos Polisi di Muarai Bangkal pada tanggal 25 untuk didengar keterangannya selaku tersangka dalam perkara tidak pidana Penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHPidana, (surat panggilan terlampir)

25. Tanggal 24 November 2010, Wardian melaporkan tindakan pengerusakan pagar dan pondoknya, ke Polsek Danau Sembulun di Pos Polisi di Muara Bangkal. (Polsek Danau Sembuluh tidak memberikan STPL maupun BAP atas laporan ini)

26. Tanggal 25 dengan itiket baik Wardian menghadiri panggilan Kapolsek Danau Sembulu di Pos Polisi di Muara Bangkal seperti yang diminta Kapolsek Danau Sembuluh dalam surat panggilan No. Pol. SP/54/XI/2010/Reskrim,

27. Sesampainya di Pos Polisi Bangkal Wardian tidak diperiksa sesuai surat panggilan akan tetapi dibawa ke Kuala Pembuang, (sekitar 5 jam perjalanan dengan mobil dari Muara Bangkal) dan ditahan di Polres Seruyan dengan sangkaan melakukan perbuatan sesuai pasal 362 jo 363; Surat penangkapan dan penahanan diberikan polisi kepada Wardian dan kepada keluarga setelah Waridian di Tahan.

28. Polsek Danau Sembuluh Menahan Wardian sejak tanggal 25 November 2010, dengan menitipkannya di tahanan Polres Seruyan

29. Tanggal 3 Desember 2010, penahanan Waridian beralih dari Penyidik ke Jaksa. Wardian ditahan di Sampit oleh Kejaksaan Negeri Kuala Pembuang. (terlampir surat penahanan jaksa)

30. Tanggal 6 Desember, Wardian menjadi Tahanan Pengadilan Negeri Sampit hingga tanggal 4 Januari 2011;

31. Hari Senin tanggal 13 Desember 2010, Wardian disidangkan di Pengadilan Negeri Kota Waringin Timur di Sampit, tanpa Surat Pemberitahuan Sidang baik kepada Wardian, keluarganya maupun kepada kuasanya, oleh keren itu Wardian meminta sidang ditunda.

32. PN Sampit juga tidak memberikan Surat Pemberitahuan Penahanan. Ketika PH meminta ke PN Sampit tanggal 14 Desember, Sekretaris Panitra PN Sampit mengatakan telah diberikan ke LP Sampit. Ketika diminta ke LP Sampit, merka mengatakan belum diterima dari PN. Surat itu diberikan tanggal 15 Desember 2010 oleh LP Sampit, yang menurut informasi pihak LP baru diberikan PN sampit ketika diminta.

33. Tanggal 16 Desember 2010, Kejaksaan Negeri Seruyan memberikan berkas perkara***

Catatan: Kronologis versi pak wardian

Beberapa penanganan hukum yang janggal dalam kasus Wardian:

1. Ada perbedaan tanda tangan Wardian dalam BAP yang diberikan Polsek Seruyan (halaman 1 dan 2 beda dengan hal 3). Sehingga diduga ada pemalalsuan tanda tangan dalam BAP. Dugaan ini diperkuat oleh point 17 yang kacau;

2. Dakwaan Jakas tidak berdasarkan BAP penyidik, terkesan di terjemankan dan dianalisis sendiri oleh jaksa, padahal Jaksa tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap saksi maupun tersangka. Misalnya Keterangan Wardian dalam BAP Polisi, yang menyatakan bahwa tanah tempat dia memotong kelapa sawit adalah tanah sengketa, tidak dimasukkan sama sekali dalam dakwan oleh Jaksa;

3. Para penegak hukum tidak memberikan hak-hak wardian, dari sejak penyidikan hingga pemeriksaan di muka pengadilan.

Pilkada, Tebar Pesona dan Kriminalisasi Warga

Catatan Kecil 2010

Pilkada, Tebar Pesona dan Kriminalisasi Warga

Nordin*)


Save Our Borneo [des.2010]- Dua kata pertama dari judul tulisan sebagai refleksi 2010 ini sudah jelas-jelas saling berhubungan sangat erat, ibarat amplop dan perangko. Pilkada, baik Pilkada Kabupaten [yang ada di 2 kabupaten di Kalteng] dan Pilkada Provinsi Kalimantan Tengah sendiri jelas-jelas merupakan ajang cari muka dan tebar pesona disertai tebar janji manis yang sudah jadi rahasia umum.


Apa buah hasil dari Pilkada dan Tebar Pesona itu ? setidaknya terpilih pimpinan daerah yang punya pesona atau mampu menampilkan pesona wajahnya yang seolah sangat pro-rakyat, pro perubahan, pro-lingkungan dan pro-pro lainnya. Juga dihasilkan sebuah kekisruhan pilkada [di Kobar] yang tidak menghasilkan apa-apa kecuali semakin memperjelas borok dan topeng politik dari pimpinan daerah yang sesungguhnya tidak siap kalah dan hanya siap menang.


Pilkada yang terjadi 2010 ini, meskipun hanya 3 pilkada yaitu 2 kabupaten dan 1 propinsi sangat-sangat menampakan wajah asli para pihak yang terlibat, meskipun sudah demikian rupa dipoles dengan topeng politis. Tengok saja keberpihakan birokrasi pada salah satu calon, upaya kolekte pada pemodal, dan bahkan petualang politik yang turut mewarnai ajang adu citra tersebut.


Lepas dari itu, kisruh juga mewarnai perebutan suara di berbagai daerah, tersiar kabar para punggawa daerah ini saling sikut kerena merasa koleganya [yang meskipun se-partai ] tidak / kurang mendukungnya dan ini berlanjut terus hingga sampai ke urusan NIP CPNS yang juga jadi polemik.


Adakah perubahan fundamental yang terjadi dari penyelenggaran Pilkada yang menghabiskan sangat banyak uang rakyat tersebut terhadap kehidupan warga-warga biasa, dalam artian rakyat secara harpiah ? jawabannya ada ? yaitu warga dibeberapa daerah harus gigit jari terus karena lahannya, tanahnya, sungainya dirampas dan dirusak oleh investasi yang sudah menyandera para politisi.


Jelas pemodal ini merasa berani dan aman, toh mereka sudah dapat jaminan kemanan dari jasanya menyumbang para calon [bahkan tanpa malu-malu ada calon yang mengumpulkan mereka ini disaat mejelang pilkada dengan alasan konsolidasi ; suara dan uang tentunya].


Kriminalisasi dan problematika serta konflik antara pemodal yang notabane punya hubungan mutualistis yang lebih dekat dengan pejabat politik [jauh lebih dekat dibandingkan hubungannya dengan rakyat, yang hanya dibutuhkan ketika suaranya diperlukan di bilik suara] semakin menjadi-jadi, sementara penyelesaian dan fasilitasi pemerintah bahkan parlemen daerah terhadap permasalahan lahan dan konfliknya dengan persauhaan raksasa hanya lips service saja.


Kejadian lucu dialami oleh seorang aktivis WALHI Kalimantan Tengah ketika mendampingi warga Kapuas bertemu dengan wakil mereka di parlemen Kalteng. Alih-alih difasilitasi untuk mencari solusi penyelesaian masalah konflik dan protes mereka terhadap PT. GAL, seorang wakil rakyat [sekali lagi wakil rakyat, bukan wakil rayap] justru meminta WALHI Kalteng memfasilitasi warga untuk mengurus dan mendampingi warga untuk bertemu dan berdialog dengan pihak-pihak lainnya. Tentu saja Fandi [aktivis WALHI Kalteng tersebut], geram dan menyahut :” lho yang menjadi wakil rakyat khan sampeyan, bukan WALHI. Yang digaji rakyat dari uang pajak khan sampeyan, bukan WALHI. Sampeyan dong yang harusnya berkewajiban untuk melakukan apa yang disarankan itu”.


Bukannya terima dengan apa yang disampaikan bersama dengan fakta-faktanya bahwa mereka itu adalah mengecap gaji dari uang pajak rakyat, malahan sengit dan merasa paling pintar, namun tidak mau sibuk untuk urusan rakyat kecil.


Paling banter yang diperoleh warga negara yang sedang sial adalah berupa sekian surat yang dikeluarkan sebagai rekomendasi, tapi ujung-ujungnya hanya jadi sampah dan macan kertas saja tanpa ada tindakan lanjutnya jika tidak diselesaikan oleh pemodal [ lebih tepat jika perusahaan raksasa ini disebut kompeni besar].


Di Kapuas, warga yang bersengketa dengan PT. GAL mendapat kriminalisasi karena emosi dengan pejabat berwenang yang membuat mereka seperti bola ping-pong. Penyelesaian substansialnya-pun akhirnya tidak kunjung selesai. Sudah tahu bermaslaah, justru Komisi Amdal / Badan Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah menyetujui untuk terbitnya AMDAL bagi PT. GAL, padahal yang namanya Amdal juga memuat soal social, salah satunya konflik, mestinya jika masih ada sengketa dan konflik, maka Amdal tidak bisa berjalan mulus dulu.


Di Seruyan ada sengketa lahan transmigrasi di Sukamandang dengan PT. BJAP juga tidak pernah jelas selesainya, pastikan saja, jikapun dianggap selesai maka yang menanggung rugi dan derita adalah rakyat kecil.


Lain lagi dengan di Sembuluh dan Bangkal, masih Seruyan juga. Nyata-nyata perusahaan telah mencaplok lahan warga dan tidak ada kesepakatan ganti rugi dengan warga, dan warga memutuskan untuk tidak menyerahkan lahanya, justu mendapat perlakuan tidak menyenangkan berupa kriminalisasi dengan tuduhan pencurian buah sawit dari PT. Salonok Ladang Mas [padahal mereka memotong buat itu akibat lahanya sengketa dan tidak pernah ada penyelesaian].


Warga bangkal justu juga mendapat kesialan lain dimana ketika mereka menjalankan ritual adatnya untuk menjaga lahanya dengan cara memasang taringting sawang, malah dituduh menganggu aktivitas perusahaan [PT. MHBP], sementara perusahaan yang telah nyata-nyata menggangu asap dapur warga dengan merusak dan merampas tanahnya enak-enakan saja duduk di belakang meja.


Cerita kriminalisasi adalah cerita milik rakyat biasa, bukan cerita milik kompeni besar, bukan pula cerita peserta apalagi pemenang Pilkada. Bobolnya kolam limbah PT. SSP di Parenggean dan PT. BHL ke Sungai Bamban tidak pernah merepotkan aparat polisi atau bahkan hanya PPNS lingkungan untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan, apalagi menyibukan jaksa penuntut umum, ahhhh….itu sangat jauh sekali. Cerita semburan limbah pabrik, bukan dan sangat jauh berbeda cerita rakyat kecil yang seringkali berakhir dengan jeruji besi, walaupun hanya memotong sebatang pohon untuk tiang bangunan rumahnya.


Pembalakan dan pembukaan kawasan hutan tanpa ijin pelepasan kawasan hutan [IPKH] dari Kementerian Kehutanan juga bukan cerita rakyat kebanyakan, tapi cerita tentang jutaan hectare luasan kawasan hutan yang digarap dan diberikan ijin untuk perkebunan kelapa sawit.


Namun meskipun luasnya spektakuler, karena ini bukan cerita milik rakyat, maka sejarahnya jadi rumit dan buram bahkan diupayakan untuk dihilangkan dengan berbagai cara, dibuat seolah legal, dibuat seolah untuk kepentingan rakyat dan dibuat seolah tidak bermasalah secara ekologi.


Semua ini pasti ada dalangnya, ……yah, Pilkada menghasilkan dalang-dalang kawakan yang mampu memainkan wayang-wayang bodoh yang terpaksa atau sukarela turut berbuat jahat untuk generasi ini, untuk generasi masa depan dan untuk bangsa ini.


Kalau saja penegakan hukum di tanah negeri ini “pro-justita” dan bukannya ewuh pakewuh terhadap politik serta lembaga politik dan politisi-nya, maka harusnya pecolong-pencoleng kakap yang akan banyak difasilitasi oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui Lembaga Pemasayarakatan /Rutan-nya, bukan warga biasa yang hanya mempertahankan tanahnya, alat produksi utamanya dan kehidupan kecilnya yang ramai di kriminalisasi.


*) Direktur Save Our Borneo, Dewan Nasional WALHI, bertempat tinggal di Palangkaraya, No. KTP P. 62710007241, NIK 6271031211700003

Norwegia Investasi Sawit Bermasalah

Suara Pembaruan

Kamis, 3 Maret 2011 ÷ Ekonomi

Norwegia Investasi Sawit Bermasalah


[JAKARTA] – Norwegia ditengarai mencederai Letter of Intent (LoI) dengan pemerintah Indonesia karena negara tersebut menempatkan dana pensiun pemerintah di perusahaan perkebunan sawit yang melakukan land clearing tanpa izin. Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi di Jakarta, Rabu (2/3), mengatakan pemerintah Norwegia justru memiliki investasi saham di lima group perusahaan sawit yang beroperasi di Kalimantan Tengah. Beberapa perusahaan dalam group tersebut terindikasi ilegal karena tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan atau izin pemanfaatan kayu. Menurut Elfian, total nilai investasi The Government Pension Fund (dana pensiun pemerintah Norwegia/GPFG) di lima grup perusahaan tersebut mencapai US$ 183 juta.

Kalimantan Tengah merupakan provinsi percontohan pelaksanaan MoU yang diteken pada 26 Mei 2010. Adapun lima group perusahaan sawit yang sahamnya dimiliki pemerintah Norwegia tersebut adalah Golden Agri Resources Ltd (GAR/Sinar Mas Group), yang berbasis di Singapura, Wilmar International Group, IOI, Sime Darby, dan Astra Agro Lestari. [H-12]

Fire in Wilmar Conssion PT. RHS



Mey 2011....SOB Monitorring Team found forest fire on PT. Rimba HArapan Sakti [a subsidiary company of Wilmar in Central Kalimantan]. Is it sustainable palm oil plantation ?

sinarmasALAH


SINAR MASalah dan Wilmar, sama2 Perusak

Aduan Warga Biru Maju, Pelanggaran HAM


“Lahan Kalteng Dikuasai Sawit”

“Lahan Kalteng Dikuasai Sawit”

Tegakan Hukum, untuk Hindari Penyanderaan Modal


Palangkaraya [16/10/10]. Total luas ijin perkebunan besar swasta di Kalimantan Tengah saat ini tidak mencerminkan keadilan distribusi asset alam dan keadilan distribusi alat produksi berupa tanah untuk warga negara.

Sebanyak 4.65 juta ha kawasan Kalteng sudah diberikan ijin untuk PBS yang 95%nya adalah kelapa sawit dan dimiliki oleh segelintir konglomerat saja. Dari 4.65 juta tersebut 2.074 juta ha sudah operasional dan bahkan panen buah. Sisanya seluas 2.574 juta ha belum operasional namun sudah dinyatakan sebagai milik 205 pengusaha kelapa sawit.

Sayangnya dari keseluruhan kawasan yang diberikan untuk perkenunan tersebut, bila berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan [TGHK] sebanyak 3.926 juta ha merupakan kawasan hutan. Bila berdasarkan RTRWP 2003, seluas 1.710 juta ha berada dalam kawasan hutan, baik hutan lindung [HL], Hutan Produksi [HP], Hutan Produksi Terbatas [HPT ataupun Hutan Produksi yang dapat di Konversi].

Berdasarkan TGHK, kawasan hutan yang sudah dirambah untuk perkebunan kelapa sawit [aktif] mencapai 1.664 juta ha, sementara jika berdasar RTRWP 2003 seluas kurang lebih 365 ribu ha.

Ironisnya, pelepasan kawasan hutan yang diberikan oleh Kementrian Kehutanan sampai dengan tahun 2010 ini, dimana pemberian pelepasan ini mengacu pada TGHK hanya mencapai 553 ribu ha, artinya sekitar 1.1 juta ha berkerja tanpa ijin pelepasan kawasan hutan.

Save Our Borneo sangat meyayangkan sikap pemerintah yang menutup mata pada aktivitas penjarahan terstruktur atas kawasan-kawasan hutan di Kalimantan Tengah ini. Dapat dikatakan pemerintah melakukan pembiaran atas terjadinya tindak kejahatan kehutanan.

SOB meminta agar kejatahatan-kejatahan kehutanan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit segera diambil langkah hokum tanpa kompromi, jika tidak maka sama saja pemerintah dan aparat hokum adalah bagian dari pelanggar.

Penyelesaian-penyelesaian masalah perambahan kawasan hutan oleh company-company raksasa ini harus dimulai dengan langkah penegakan hokum yang tegas dan serius. Indonesia dan hokum di Indonesia tidak boleh disandera oleh modal dari perusahaan-perusahaan jika tidak ingin menjadi negara yang punya martabat.

###

“KPK Wajib Telisik Mafia Ijin Lahan di Kalteng”


“KPK Wajib Telisik Mafia Ijin Lahan di Kalteng”

Sulit Mengharapkan Aparat Hukum di Daerah Bertindak



Palangkaraya [SOB]. Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] sewajarnya melakukan penelisikan dan investigasi mendalam terhadap dugaan praktik Mafioso perijinan pembukaan lahan untuk perkebunan kelepa sawit dan tambang di Kalimantan Tengah. Sudah tipis harapan untuk tegaknya keadilan jika mengharap institusi penegak hokum lainnya, apalagi pemerintah daerah yang dalam hal ini adalah bagian dari perijinan tersebut.

Investigasi mendalam terhadap perijinan lahan bagi perkebunan kelapa sawit dan tambang di Kalteng tersebut penting dilakukan untuk mengungkap kejahatan kehutanan dan korupsi serta pelanggaran perundangan lainnya, mengingat sudah bukan rahasia umum lagi bahwa perijinan yang diberikan banyak bermasalah dan tidak sesuai peruntukannya.

Masalah yang mengemuka dari praktek Mafioso ini adalah pemberian ijin untuk pembukaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan di dalam kawasan hutan yang sesungguhnya menurut perundangan tidak diperbolehkan, kecuali ada ijin pelepasan kawasan hutan [IPKH].

Dari data yang teroleh oleh SOB, pada sector perkebunan, diduga terdapat perijinan yang diberikan dalam kawasan hutan seluas 3.926 juta ha [bila berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan -TGHK] dan bila berdasarkan RTRWP 2003, ada seluas 1.710 juta ha berada dalam kawasan hutan, baik hutan lindung [HL], Hutan Produksi [HP], Hutan Produksi Terbatas [HPT ataupun Hutan Produksi yang dapat di Konversi].

Berdasarkan TGHK sampai 2010 ini, kawasan hutan yang sudah dirambah untuk perkebunan kelapa sawit [aktif] mencapai 1.66 juta ha, sementara jika berdasar RTRWP 2003 seluas kurang lebih 365 ribu ha.

SOB mendorong KPK untuk melakukan langkah-langkah pengungkapan terhadap praktik korupsi terselubung yang didiga kuat melibatkan kepala daerah baik di tingkat kabupaten bahkan propinsi yang dengan mudahnya mengelaurkan rekomendasi terhada ijin-ijin pada lokasi yang tidak sepatutnya tersebut.

“Kami mendorong agar KPK yang bertindak, karena jika mengharapkan apparatus hukum di daerah, maka kemungkinannya akan terjadi konflik kepentingan atau sikap ewuh pakewuh dari petugas”, ujar Safrudin Mahendra, Staf Kampanye Media dan Propaganda Save Our Borneo.

Sesuai dengan sipatnya yang Mafioso, maka semua pihak yang terlibat dan diduga turut menikmati pasti akan saling melindungi, saling menutupi dan saling berusaha membersihkan diri. Dugaan pembersihan diri ini juga terlihat dari upaya keras para kepala daerah meng-gol-kan proses perubahan fungsi kawasan hutan menjadi non hutan pada wilayah-wilayah yang sduah diberikan ijin untuk perkebunan kelapa sawit dan tambang.

Tidak ada cara lain untuk menyelamatkan kehancuran pengelolaan sumber kehidupan rakyat yang tersisa, selain daripada menegakan hokum setegak-tegaknya, mengambil langkah tegas dan menghukum yang salah dalam sindikat Mafioso perijinan ini, tanpa memandang apapun jabatannya.

###

“PBS Sawit Ancaman Kerusakan Danau Sembuluh”

“PBS Sawit Ancaman Kerusakan Danau Sembuluh”

Akibat Pembabatan Sepadan dan Limbah Pabrik


Ekosystem Danau Sembuluh sejak 10 tahun terakhir mengalami degradasi dan kerusakan serius akibat adanya berbagai aktivitas pengurusakan kawasan sekitarnya, terutama pembukaan secara massif perkebunan kelapa sawit disekelilingnya.

Tercatat tidak kurang dari delapan PBS sawit bersentuhan langsung dengan Danau Sembuluh dimana sungai-sungai yang berada dalam konsesi PBS tersebut mengalir ke danau Sembuluh.

Disamping aliran sungai yang rusak akibat digerus oleh PBS sawit, saat ini telah ada 2 Pabrik Kelapa Sawit [PKS] yang langsung menggelontorkan limbahnya ke danau Sembuluh, yaitu PKS PT. Agro Indomas I di Terawan dan PKS PT. Agro Indomas II di sungai Purun.

Selain PT. Agro Indomas, perusahaan lain adalah PT. Mustika Sembuluh, PT. Mega Ika Kansa, PT. Salonok Ladang Mas, PT. Hamparan Mas Sawit Bangun Persada, PT. Kerry Sawit Indonesia, PT. Rim Capital dan PT. Sawit Mas Nugraha Perdana.

Tidak selesai dengan gelontoran limbah PKS, danau Sembuluh juga dirusak dengan penanaman sawit di sepadan danau dan sungai. Yang paling mencolok dilakukan oleh PT. Hamparan Mas Sawit Bangun Persada di Desa Tabiku, PT. Salonok Ladang Mas di Teluk Bajarau Desa Sembuluh II, PT. Agro Indomas di Desa Lampasa dan Rangkang desa Bangkal. Selebihnya PBS menanam disepanjang pinggiran sungai yang ada didalam konsesinya secara sporadis.

PT. Agro Indomas, secara terang-terangan telah menggelontorkan limbahnya ke badan air di hulu desa Terawan dari PKS Unit I miliknya. Dalam pantauan lapangan bersama BLH Kalteng, SOB mendapati saluran pembuangan tersebut menuju langsung ke Teluk Rambania.

Sepadan danau Sembuluh di Tabiku, Bangkal dan teluk Bajarau kondisinya betul-betul memprihatinkan dimana sawit ditanam bahkan sampai ke badan danau. Hal ini jelas-jelas sudah merusak ekosistem danau Sembuluh.

Ironisnya hal tersebut belum menjadi perhatian serius untuk dilakukan penanganan dan teguran oleh pemerintah kabupaten Seruyan. Kuat dugaan telah terjadi pembiaran atas apa yang dilakukan PBS sawit ini.

SOB menekankan agar pemerintah daerah sesegeranya mengambil langkah serius untuk menertibkan PBS-PBS yang telah merusak bantaran sepadan danau, sungai, anak sungai dan mata air dimanapun diwilayah Kalimantan Tengah ini tidak hanya di Sembuluh. Kawasan Ekosistem Sembuluh hanyalah fragmen kecil dari perilaku buruk PBS sawit dan pembiaran oleh pemerintah daerah kabupaten.

Kedepan, perlu disusun suatu rancang bangun aturan pengelolaan sepadan danau dan sungai, disamping aturan hukum dan ketentuan yang sudah ada. Dalam jangka pendek perusahaan harus sesegaranya melakukan pemulihan, rehabilitasi daerah sepadan yang telah dibuka untuk kelapa sawit.

Pihak PBS bisa memulai untuk melakukan penanaman sela [tumpang sari] sebelum dilakukan penggantian total [revegetasi] dengan jenis tanaman keras local dan produksif.

SOB akan terus menerus mempermaslahkan ini jika tidak ada langkah-langkah konkrit dan serius yang dilakukan oleh PBS sawit dan pemerintah. Jangan salahkan pihak-pihak seperti SOB dan lainya jika produksi minyak sawit mereka nantinya kan dianggap bermasalah dipasaran internasional.

###