Saturday, September 27, 2008

Elegi buat Langkai


Langkai, bujang keling dari Kampung Kanyala Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotim-Kalteng tidak habis dirundung apes. Karenanya dia berteriak menyampaikan bahwa dia dan kawan serta sanak saudaranya secara tegas meminta, mendesak dan menuntut untuk dikembalikannya hak mereka atas tanah yang telah dikelola secara adat sejak tahun 1943 berlokasi di Desa Kanyala Kecamatan Kota Besi Kotawaringin Timur.

Diceritakan olehnya bahwa tanah dimaksud seluas 150 hektare dengan panjang 1.500 m, lebar 1.000 m merupakan asal usul dari waris orangtua / kakek mereka. Tanah dimaksud secara sepihak dan tanpa proses persetujuan dari ahli waris pemiliknya digarap secara paksa dan tidak sah oleh PT. Sukajadi Sawit Mekar [PT. SSM] pada tahun 2006 antara bulan Februari-Agustus 2006.

Proses penggarapanya dimulai dengan upaya paksa masuknya PT. SSM, sejak bulan Maret 2006 dengan mengirimkan sejumlah karyawan untuk melakukan pembersihan dan pembabatan pada lahan yang pada saat itu telah berisi tanam tumbuh berupa Jelutung, Karet, Rotan, Buah-buahan dll.

Dalam upaya untuk mepertahankan tanah dan lahan termasuk kebun diatasanya, Langkai TN. telah mengalami perlakuan yang kurang baik dari perusahaan PT. SSM dan cenderung dapat dikatakan tidak kondusif untuk menyelesaikan sengketa lahan tanah kebun dimaksud secara baik-baik.

Pada tanggal 21 Maret 2006 General Manager PT. SSM [Rusli Salim] mendatangi Langkai TN untuk membujuk agar yang bersangkutan selaku kuasa ahli waris keseluruhan untuk mau melepaskan lahan tanah dimaksud kepada PT. SSM, tetapi yang bersangkutan tidak bersedia.

Berikutnya pada tanggal 23 Maret 2006 serombongan karyawan PT. SSM datang ke lokasi lahan tanah dan secara sepihak melakukan pembabatan dan perintisan untuk dijadikan acuan land clearing bagi pembersihan lahan oleh PT. SSM, kegitan ini diketahui oleh saudara Langkai TN, kemudian Langkai TN mengajak para karyawan tersebut kepondoknya untuk memberitahukan bahwa lahan tersebut tidak dijual atau diserahkan untuk PT. SSM, dimana akhirnya serombongan karyawan itu pulang dan mengadukan penolakan Langkai TN kepada General Manager PT. SSM.

GM PT. SSM [Rusli Salim alias Atong] bukannya menghentikan rencananya mencaplok lahan tanah yang sudah dikelola warga sejak lama itu, melainkan malah melaporkan kepada Polisi di Pospol Sebabi bahwa Langkai TN melakukan pengancaman dengan senjata tajam [Mandau].

Tanggal 25 Maret 2006 Langkai TN ditangakap oleh sejumlah oknum Pospol Simpang Sebabi suruhan Atong [Rusdi Salim]. Langkai TN selanjutnya digiring ke Polsek Kota Besi. Di Polsek Kota Besi, yang bersangkutan dituduh melakukan tindak pidana pengancaman dengan senjata tajam [Mandau] kepada buruh-karyawan PT. SSM yang mau membabat lahan tanah milik warga Kanyala.

Karena tidak dapat dibuktikan dan tidak dapat ditemukan saksi yang dapat memperkuat tuduhan mengada-ada yang disampaikan oleh polisi tentang pengancaman, akhirnya dengan suatu tipu muslihat polisi dan PT.SSM mengajak damai dengan suatu surat perdamaian yang ditanda tangani tanpa dilihat dan dibaca apalagi diberikan rangkap lampirannya lebih dahulu kepada Langkai TN.

Dalam keadaan terpaksa, gelap dan tipu muslihat, Langkai TN menandatangi surat tersebut. Sayangnya hanya berselang beberapa menit setelah menanda tangi surat perdamaian itu Langkai TN dimasukan kedalam bui Polsek Kota Besi.

Selama 42 hari Langkai TN ditahan di tahanan Polsek Kotabesi, selanjutnya dilimpahkan ke Kejaksanaan Negeri Sampit, dengan tuduhan yang justru sangat aneh, yaitu pencemaran nama baik, tanpa ada pelapor atau pihak yang dicemarkan dan semua tuduhan absurd. Setelah 13 kali proses persidangann yang terkesan sangat dipaksakan, Langkai TN divonis 5 bulan kurungan badan dan dibebaskan sepenuhnya pada tanggal 23 Agustus 2006.

Sayangnya sekembalinya yang bersangkutan dari menjalani hukuman yang tidak jelas kesalahan yang dilakukannya, lahan tanah yang semula menjadi pokok masalah sudah diratakan dan berganti dengan kelapa sawit yang digarap secara sepihak oleh PT. SSM ketika Langkai TN berada dalam kurungan.

Kali ini Langkai TN dkk. menegaskan bahwa mereka akan terus mengupayakan untuk mengambil alih lahan kebun tanah.
-------

Ot Danum di Lewu Tumbang Habangoi


Masyarakat adat selalu terpojokkan dan terintimidasi keberadaannya oleh pemerintah. Hak ulayat yang dimiliki adat selalu terkalahkan oleh kepentingan ekonomi dan politik. Perekonomian masyarakat adat yang semula berbasis pada sumberdaya hutan dihancurkan oleh HPH dan proyek perkebunan yang diandalkan pemerintah. Ladang, damar, madu, rotan yang semula sebagai sumber ekonomi hilang. Konflik sosial timbul. Ekosistem dihancurkan oleh sistem monokultur perkebunan dan rakyat yang tadinya pemilik lahan hanya jadi buruh. Kemandirian rakyat berubah menjadi tergantung oleh perusahaan. Keanekaragaman hayati hilang, lingkungan rusak. Belum lagi tudingan pemerintah terhadap sistem perladangan berpindah yang merusak hutan. Deforestasi timbul dan menjadi kekhawatiran pemerintah (katanya), tetapi selalu saja peladangan berpindah yang dilakukan masyarakat adat disalahkan
Arogansi penguasa terasa dalam teorinya bahwa deforestasi merupakan proses bertahap yang dikendalikan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan komunitas. Sedangkan dalam pandangan komunitas sendiri (baca: masyarakat adat) deforestasi merupakan suatu proses stokastis yang dikendalikan oleh unsur eksternal (faktor-faktor ekonomi politik). Sikap dan pandangan pemerintah tersebut di era Indonesia baru sekarang ini sudah harus dilenyapkan. Menghargai kearifan tradisional masyarakat adat dalam pengelolaan lingkungan hidup, mempertahankan dan memberdayakannya sudah harus menjadi peran stake holder agar unsur eksternal yang mengancam kelestarian keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup dapat dibendung.

Faktor eksternal yang penyebab deforestasi sudah terasa di desa Tumbang Habangoi. Keberadaan HPH mewakili kondisi tersebut selain dorongan ekonomi yang membawa segilintir masyarakat masuk hutan menebang pohon. Secara umum hutan masih terjaga. Bertahannya kondisi fisik lingkungan yang masih baik dan terjaga di desa Habangoi didukung oleh tradisi adat yang masih ada dalam mengelola lingkungan. Namun demikian untuk mengantisipasi terkikis dan hilangnya pola-pola kebiasaan tradisi dalam filsafat hidup suku Ot Danum dalam berinteraksi dan mengelola lingkungannya perlu suatu kegiatan studi yang mengeksplorasi kearifan tradisional yang mereka miliki serta mendokumentasikannya.

Desa Tumbang Habangoi

Habangoi merupakan desa paling hulu aliran sungai Samba, DAS Katingan. Sekaligus pintu masuk Taman Nasional Bukit Raya Bukit Raya. Secara administratif desa Habangoi masuk dalam wilayah Kecamatan Sanaman Mantikei, Kabupaten Katingan, Propinsi Kalimantan Tengah.

Penduduk didesa utamanya etnis Dayak Ot Danum yang komunitasnya tersebar di setiap hulu DAS utama di Kalimantan Tengah dan sampai luar perbatasan dengan Kalimantan Barat dengan bahasa keseharian adalah Dohoi

Pengakuan secara adat wilayah Habangoi di sebelah utara dibatasi oleh Bukit Raya, sebelah selatan dengan anak sungai Samba: Rahanjang yang merupakan perbatasan dengan desa Nusa Kutau. Secara adimistratif pemerintahan luas wilayah desa diakui seluas 25 ha.

Jumlah penduduk Habangoi kurang lebih 500 jiwa, dengan jumlah KK 108. Tidak semua warga berada di desanya sebagian tinggal di dukuh-dukuh tempat ladang. Sekitar 50-an warga usia sekolah belajar di luar. Warga dewasa ada yang kerja di camp Rahanjang atau masuk hutan menebang kayu. Jumlah murid Sekolah Dasar satu-satunya di Habagoi adalah 132 anak.

Pola pertanian “berpindah” atau dalam istilah Dohoi: Dullang Duli sampai sekarang masih berlaku. Ladang (Khumo) masyarakat yang berada jauh dari desa dibangun pondokan (dukuh) berupa rumah panggung dengan ukuran luas rata-rata 6-8 m2, dengan lantai jemur di bagian muka. Khumo yang saling berdekatan dengan anggota warga lain dibangun sekumpulan dukuh-dukuh yang diistilahkan dengan pedukuhan. Salah satu pedukuhan yang dekat dengan Habangoi adalah Manyahai yang berada di seberang Camp Nusantara Plywood (karena lokasinya disebut juga Camp Rahanjang). Khumo masyarakat terpisah-pisah letaknya ada yang dipinggir sungai dan ada yang di dalam.

Dalam membuka Khumo hingga panen semua dilakukan bersama-sama yang dikenal dengan istilah Handop dimana semuanya diawali dengan kebiasan–kebiasan adat. Sebelum membuka Hutan masyarakat melakukan upacara Ngumu dimana masyarakat menyembelih ayam atau babi sebagai tumbal, darahnya dipercikkan ke kayu-kayu yang akan ditebang karena dipercaya bahwa di batang pohon-pohon tersebut bersemayam Ottu, roh penunggu kayu-kayu tersebut. Upacara persembahan darah ini diharapkan agar roh tersebut akan pindah dari lahan yang akan dibuka. Khusus pohon Lunuk (beringin) mereka sebelum menebangnya perlu Acca (sajen) sebagai persembahan untuk ottu penunggu pohon tersebut.

Dalam memilih lahan yang akan dibuka masyarakat Habangoi tidak berani menebang bila di dekat daerah yang akan dibuka mereka mendengar suara burung Tingang bernyanyi dan akan memilih lahan lainnya untuk dibuka. Selain itu ada larangan adat bagi mereka untuk menebang pohon Tangis.

Sifat kegotong royongan terasa kental sekali pada seluruh proses mulai dari membuka lahan sampai memanen hasil pertanian. Dalam menggarap satu lahan bisa melibatkan 20 sampai 40 orang atau 3 atau 4 keluarga mulai dari usia anak sekolah sampai orang tua tergantung besar lahan yang akan digarap. Si pemilik lahan dalam kegiatan ini hanya menyediakan konsumsi selama kerja berlangsung. Pada acara ngumu selain sesajen disediakan pula makanan dan minuman Baram atau tuak yang merupakan minuman tradisional yang sangat digemari orang dewasa Habangoi dan merupakan minuman wajib bagi semua orang yang terlibat dalam kegiatan ini.

Setelah pohon-pohon ditebang dibiarkan beberapa hari hingga seminggu untuk proses pengeringan untuk kemudian dibakar istilah dohoi-nya NYAHA. Untuk daerah tertentu masa pengeringan bisa sampai setahun melihat tingkat kesuburan tanahnya. Tapi ini sangat jarang sekali karena mereka biasanya selalu dapat memilih tanah yang tingkat kesuburannya memadai. Sebelum dibakar simpukan kayu dikumpulkan dibagian tengah dan dipotong-potong agar tidak menjalar keluar, kegiatan ini disebut NUTU. Dalam pembakaran lahan masyarakat memiliki kearifan tradisional sendiri yaitu lahan yang telah siap dibakar pada batas ladang dibuat sekat bakar (bahasa Dohoinya: NYA’AT) dan pada lokasi tertentu telah ditunggu beberapa orang yang bertugas menjaga api dan memadamkannya bila dirasa akan membakar tumbuhan di luar lahan yang akan digarap. Sampai saat ini pola pembakaran lahan tradisional seperti ini tidak sampai menyebabkan timbulnya kasus kebakaran hutan.

Setelah proses pembakaran dan dilanjutkan membersihkan ladang dari sisa–sisa pembakaran maka dimulailah proses menunggal yang kembali dilakukan upacara yang sama dengan nama upacara Nyemitik. Bila lahan yang dibuka bersama-sama dengan keluarga lain dan letaknya bersebelahan di buat batas dengan menyusun kayu sebagai batas sekaligus jalan yang lebarnya 1 m.

Dalam kegiatan menugal kembali dilakukan bergotong royong dimana kaum laki-laki membuat lobang benih (menugal atau Nuhkan) dan para wanitanya memasukan benih padi (apang paroi) ke dalam lobang dan kemudian ditutup kembali dengan tanah yang dikenal dengan istilah meminyi. Selama menunggu masa panen dilakukan pemeliharaan seperti Membawau atau membersihkan rumput ( gulma). Bila tumbuhan padi terserang hama orang Habangoi telah lama memiliki teknologi pembasmi hama yaitu Rabun. Yang merupakan kegiatan pengasapan lahan yang dilakukan pada sore hari selama 3 hari dengan membakar tanaman-tanaman tertentu yang berfungsi untuk mengobati penyakit tanaman seperti ulat, daun layu dan berbintik-bintik.

Setelah itu masa yang dinantikan Panen atau Ngotom yang disambut kembali dengan upacara sebagai rasa kegembiraan dan ucapan syukur. Dalam upacara ini selain memberikan sesajen sebagai ucapan syukur masyarakat juga melaksanakan makan bersama sebagai ungkapan rasa kegembiraan. Sebelum hasil panen padi diolah/dikonsumsi sekaligus memberkati peralatan yang digunakan selama panen yaitu upacara Pokuman Batu sebagai persembahan kepada Urai.

Lahan yang telah dipanen bisa terus ditanami sampai tahun ke dua. Sebelum ditinggalkan lahan yang berada tidak jauh dari sungai ditanami dengan bibit rotan untuk yang jauh ke dalam mulai 30 tahun terakhir ini ditanami dengan karet, namun ini tidak semuanya dilaksanakan ada yang membiarkannya membelukar dan menjadi hutan muda.

Selain berladang masyarakat memanfaatkan hutan untuk mencari rotan dan berburu serta memanfaatkan keanekaragaman tanaman sebagai pengobatan tradisional. Dimana pengobatan modern terlalu jauh untuk dijangkau dari desa Habangoi.

Dalam memasarkan hasil hutan rotan masyarakat menjual ke pengumpul di desa atau langsung dijual ke Tumbang Samba, untuk hasil buruan, ikan dan sayur-sayuran selain dikomsumsi sendiri dijual pada camp perusahaan Nusatara Plywood. Sedangkan padi digunakan untuk konsumsi sendiri. pemrosesan rotan mentah, pengasapan sampai pengeringan sebelum dijual ke Tb. Samba dikerjakan oleh pengumpul di desa dengan memperkerjakan anak-anak sampai dewasa.

Pranata adat Habangoi yang termasuk suku Ot Danum sangat kuat dan lengkap mengatur kehidupan mereka seperti: Adat tentang perkawinan: Adat Koruh, tata pergaulan: Adat Basa, tata susila: Adat Dusa. Hamil di luar nikah: adat ngolanyun, merusak anak pungut: adat Laban, adat kematian: pepahtoi, adat pembagian harta waris: puat damuk, adat perjanjian: Janjik Pakhat, tentang kelestarian lingkungan: Lowung Pamolum, Pantangan: pemali/pali.

Khusus pada hari-hari tertentu ada larangan adat yang melarang memegang parang/mandau atau melakukan pekerjaan-pekerjaan berat seperti beberapa hari setelah ada musibah orang meninggal, ketika pelaksanaan tiwah dan ada waktu setiap bulannya dimana saat hari bulan purnama hari ke 16 sistem penanggalan bulan tidak boleh melakukan kegiatan apapun seperti berladang atau menebang pohon.


Penulis : Edy Subhany : Pokker SHK Kalimantan Tengah

Wednesday, September 03, 2008

yang tersisa

Bandingkan dengan luasnya konsesi WILMAR di kalteng [saja] mencapai 288 ribu hektare. [foto atas]

Pondok inilah yang tersisa bersama sejengkal tanah yang menjadi penopang hidup rakyat, setelah dirampas untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit.
[foto bawah]
====================

15 Product Darah Rakyat







Berikut ada beberapa produk dari kelapa sawit yang umum diperdagangkan. Produk ini banyak dihasilkan dengan cara merampas tanah rakyat dan menipu penduduk lokal. Kadang juga dengan intimidasi atau melakukan praktik adu domba konflik horizontal.

Bahwa produk ini disebut-sebut sebagai produk yang berasal dari sawit lestari, hanya omong kosong. Bahwa hasil produk sawit dapat dkatagorikan sebagai produk katagori "BIO" sudah sangat pasti dusta besar. kenapa ? Sawit menggunakan herbisida, pestisida, fertilizer dll...sawit juga memberangus hutan dan lahan, mulai kayu2 besar sampai rumput ilalang dibasmi oleh sawit. lalu juga, lahan bekas sawit tidak dapat dipastikan untuk dapat digunakan lagi bagi komoditas lainnya. So..bagaimana bisa dikatakan terbaharukan, lestari, ramah lingkungan ??
  1. Minyak Sawit Kasar atau Crude Palm Oil (CPO), Berupa minyak yang agak kental berwarna kuning jingga kemerah-merahan. CPO mengandung asam lemak bebas (EFA) 5% dan mengandung banyak Carolene atau pro vitamin E (800-900 ppm). Titik lunak berkisar antara 33-34 °C.
  2. Minyak Inti Kelapa Sawit atau Palm Kernel (PKO); Berupa minyak putih kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah tanaman kelapa sawit. Kandungan asam lemak sekitar 5 %.
  3. Inti Kelapa Sawit atau Palm Kernel; Merupakan buah tanaman kelapa sawit yang telah dipisahkan dari daging buah dan tempurungnya serta selanjutnya dikeringkan. Kandungan minyak yang terkandung di dalam inti sekitar 50 % dan kadar FFA-nya sekitar 5 %.
  4. Bungkil Inti Kelapa Sawit atau Palm Kernel Cake; Bungkil inti kelapa sawit merupakan daging inti kelapa sawit yang telah diambil minyaknya. Minyak dihasilkan melalui proses pemerasan mekanis atau proses ekstraksi dengan pelarut yang lazim dipergunakan. Bungkil mengandung sekitar 2 % minyak.
  5. Pretreated Palm Oil; Pretreated palm oil merupakan minyak yang diperoleh dari proses deguming dan prebleaching untuk persiapan “physical refining” minyak daging buah. Kadar FFA pretreated palm oil sekitar 5 %. Nilai titik lunaknya adalah 33-39 °C.
  6. Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil); RBD palm oil merupakan minyak kelapa sawit yang telah mengalami proses refinasi lengkap. RBD mengandung FFA 0,15 % yang berwarna kuning kejingga-jinggaan dengan titik lunak antara 30-39 °C. RBD Palm Oil hanya digolongkan dalam satu jenis mutu.
  7. Crude Palm Fatty Acid; Adalah asam lemak yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari refinasi lengkap CPO dan fraksi-fraksinya, kandungan asam lemak bebasnya mencapai 89 %.
  8. Crude Palm Oil; Berupa minyak yang berwarna merah sampai jingga. Minyak ini diperoleh dari fraksinasi CPO dengan kadar FFA 5 %. Nilai titik lunak CPO maksimum 24 °C.
  9. Preteated Palm Olein; Adalah minyak yang diperoleh dari proses deguming dan prebleaching untuk persiapan “physical refining” fraksi cair CPO. Pretreated palm olein berwarna merah kekuning-kuningan dan memiliki kadar FFA sebesar 5%. Nilai titik lunaknya adalah 24 °C.
  10. RBD Palm Olein; Adalah minyak yang berwarna kekuning-kuningan. RBD palm olein diperoleh dari CPO yang telah mengalami refinasi lengkap. Kadar FFA-nya sekitar 0,15 % dan titik lunak maksimumnya adalah 24 °C.
  11. Crude Palm Stearin; Crude palm stearin merupakan lemak berwarna kuning sampai jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses fraksinasi CPO. Crude palm stearin memiliki kadar FFA sebesar 5 % dan nilai titik lunak sekitar 48 °C.
  12. Pretreated Palm Stearin ; Pretreated palm stearin adalah lemak yang diperoleh dari proses degumming dan prebleaching untuk persiapan “physical refining” fraksi padat CPO. Pretreated palm stearin memiliki kandungan FFA sebesar 5 % dan nilai titik lunak 48 °C.
  13. RDB Palm Stearin; Adalah fraksi lemak yang berasal dari CPO yang telah mengalami refinasi lengkap. RBD palm stearin memiliki kadar FFA sebesar 0,2 %. Nilai titik lunaknya sama dengan Crude Palm Stearin, hanya warnanya lebih kuning.
  14. Palm Acid Oil; Palm acid oil adalah asam lemak yang berasal dari CPO yang telah mengalami proses netralisasi dengan soda kaustik dan dilanjutkan dengan proses pengasaman dengan asam sulfat. Palm acid oil memiliki kandungan FFA sebesar 50 % dengan total kadar lemak maksimum 95 %.
  15. Crude Palm Kernel Fatty Acid; Crude palm fatty acid adalah asam lemak yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari refinasi lengkap minyak inti sawit (PKO) dan fraksi-fraksinya. Kadar FFA-nya minimum 70 %.
========================

Banjir Sawit




Bencana Ekologi Banjir vs Sawit......

Sawit datang Banjir Menerjang


Hujan deras sepanjang malam sejak Minggu 24.08.2008 sampai dengan pagi hari Senin 25.08.2008 yang mengguyur daerah hulu dan area sekitar perkebunan kelapa sawit di kabupaten Seruyan [sekitar Kecamatan Hanau dan Seruyan Tengah] telah mengakibatkan banjir besar di Km 113 dan 108 ruas jalan Sampit - Pangkalan Bun selama 24 jam.


Akibat banjir itu jalan penghubung antara Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringain Barat yang berada di Kabupaten Seruyan terputus total selama 24 jam sejak jam 10 pagi 25.07.08 baru bisa dilalui pada keesokan harinya.

Banjir memang tidak memakan korban jiwa tetapi setidaknya ada 2 mobil yang hanyut terperosok kemudian terbawa arus. Di lokasi banjir km 113 sebuah colt citizen L300 milik PT. Bina Sawit Abadi Pratama terjungkal, sedangkan di km 108 terguling dan hanyut sebuah truck pengangkut CPO.

Menurut warga setempat, banjir kerap terjadi di sekitar lokasi itu, apalagi lokasi tersebut juga merupakan arus sungai Rungau yang bermuara ke Danau Sembuluh. tetapi kali ini banjirnya terlalu besar dan lama, mungkin disebabkan terbukanya lahan diareal sekitar DAS Rungau dibagian hulu sampai ke Tangar akibat perkebunan kelapa sawit.