Wednesday, May 17, 2006

Sumberdaya Alam dan Mesin Duit Politik

Sumberdaya Alam dan Mesin Duit Politik
Oleh : Nordin *)

Empat tahun sudah reformasi bergulir di tanah Republik yang bernama Indonesia ini. Sebuah perjuangan panjang dan melelahkan untuk menumbangkan rezim otoriter Orde Baru yang mencengkeram rakyat dan pemeras sumberdaya alam yang melalaikan begitu jauh pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan berorientasi berkalunjutan untuk kesejahteraan rakyatnya.

Harapan yang melambung tinggi pada masa awal era-reformasi ke arah membaiknya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, bagi akses masyarakat dalam turut menjadi penentu dan pemeran utama pembangunan, ternyata semakin hari semakin menjadi kabur dan semakin menjauh.

Janji-janji muluk yang diberikan oleh penyelenggara negara dan kelompok yang menamakan dirinya wakil rakyat tidak jauh berbeda dengan para pendahulunya, habis manis sepah dibuang, habis pemilu rakyat dilupakan. Penyelenggara negara semakin asyik dengan kepentingannnya sendiri. Ironisnya saat sekarang bernaung dibawah bendera reformasi yang “bergambar” rakyat. Semuanya “demi rakyat”.

Pepatah mengatakan, hanya keledai yang jatuh ke lobang dua kali, ternyata tidak membuat penentu kebijakan belajar untuk tidak mengulangi kesalahan masa silam yang dengan nyata didepan mata yang telah membuat bumi Isen Mulang – Kalimantan Tengah hancur lebur dan menjadi sangat terkenal, misalnya karena kasus kehancuran lingkungannya akibat pembukaan lahan gambut sejuta hektare dan kebakaran hutan yang menjadi skandal internasioanl yang sangat memalukan.

Dalam cermatan penulis, selama tahun 2002 saja, paling tidak ada beberapa isu lingkungan yang fenomental yang sangat mempengeruhi kondisi alam dalam tataran lokal maupun regional bahkan internasional. Persoalan-persoalan tersebut ada yang berupa pengulangan dan ada juga yang merupakan langkah kecerobohan baru akibat tidak mau belajar dari pengalaman. Tentu saja alasannya lebih di dominasi persoalan “fulus”.

Kebakaran Hutan

Pelajaran berharga terjadinya kebakaran hutan yang telah terjadi hampir setiap tahun tidak membuat isu kebakaran hutan semakin surut di tahun 2002. Tidak kurang dari ribuan hektare lahan atau hutan terbakar yang nilai kerugiannya sampai saat sekarang belum bisa di kalkulasikan dengan pasti.

Kebakaran hutan yang terus terjadi dan sangat luar biasa terjadi lagi pada tahun 2002. Sebetulnya fenomena kebakaran hutan ini merupakan akumulasi kesalahan pengelolaan hutan yang telah terjadi paling tidak selama 30 tahun. Sistem penguasaan hutan yang tidak memperhatikan aspek tenurial dimana tidak ada ruang bagi akses masyarakat adat dalam pengelolaan hutan menyebakan munculnya sikap skeptis dan acuh segenap komponen yang terlibat dalam pengelolaan hutan. Tujuannya semata-mata adalah aspek ekonomi instan, dimana hutan dipandang sebagai kayu yang merupakan sumber uang. Akibatnya kepedulian untuk menyelematkan hutan alam yang tersisa menjadi sangat minim.

Dalam kondisi kebakaran yang sudah sangat parah dan tidak mungkin ditanggulangi lagi (berlangsung hampir 4 bulan) ironisnya pemerintah cenderung menyalahnkan masyarakat yang disebutkan sebagai pemilik lahan. Termasuk juga lahan-lahan yang berada dalam kawasan PLG, misalnya, dengan sangat nyata pemerintah tidak pernah mengakui status kempemilikan rakyat atas kawasan tersebut. Tetapi ketika terjadi kebakaran hutan dengan serta merta disebutkan sebagai lahan masyarakat. Sungguh suatu sikap abivalens pemerintah yang sangat menyedihkan. Dengan sangat nyata hal tersebut menunjukan bahwa pemerintah tidak mau bertanggungjawab atas kebakaran hutan yang terjadi.

Sekarang, saat dimana hujan sudah mengguyur hampir keseluruhan bumi Isen Mulang-Kalteng, ternyata isu kebakaran hutan pun turut tenggelam sejalan dengan datangnya air bah keberbagai penjuru. Akankah kita menghirup asap lagi tahun depan ? tentu saja, YA. Apabila memang betul kita lebih dungu daripada keledai.

Tambang dan Alih Fungsi Hutan Lindung untuk Tambang

Lubang-lubang besar bagaikan sisa terpaan meteor raksasa yang menerpa bumi dapat kita saksikan di bekas lokasi tambang emas modern PT. Indo Muro Kencana. Tidak tanggung-tanggung, kedalamannya mencapai 100 meter lebih dan lebarnya hampir mencapai 1 km. Entah sudah berapa banyak bijih emas yang disedot untuk kepentingan kapitalis Aurora Gold – Australia tersebut.

Tahun 2002 PT. IMK menyatakan akan menutup tambangnya karena sudah tidak ekonomis lagi untuk di eksploitasi. Mau tidak mau pemerintah harus menyetujuinya. Sayangnya penutupan tambang (mine-closure) bekas tambang ini meninggalkan berbagai masalah, dimana tailing-dam sisa pembuangan bijih tambang masih menyisakan potensi bahaya, demikian juga dengan bekas lubang galian raksasa tambang yang tidak direklamasi dengan lasan tidak termaktub dalam perjanjian Kontrak Karya pertambangan antara PT. IMK/Aourora Gold dengan pemerintah RI.
PT. IMK/Aourora Gold dengan mudah berlalu meninggalkan potensi ancaman bahaya, tetapi masyarakat disekitar bekas lokasi tambang yang selalau akan hidup dalam ancaman.

Lain PT. IMK, lain lagi PT. Ampalit Mas Perdana, perusahaan ini juga telah pergi meninggalkan tanah gersang di Desa Kereng Pangi dan sekitarnya, hutan menjadi tandus dan vegetasi permukan meranggas tak bisa tumbuh, tetapi apa yang terjadi. Kita diam saja dan tidak mau belajar dari (paling tidak) 2 kasus tambang ini.

Pelajaran berharga dari perilaku 2 konsesi tambang terdahulu di Kalteng, tidak membuat kebijakan lebih berhati-hati untuk mengambil keputusan pertambangan. Tidak tanggung-tanggung, tahun 2002 ini telah dimulai rencana pembukaan tambang untuk batu bara oleh PT. Maruwei Coal di Murung Raya yang akan membabat hutan lindung.

Pada bagian tertentu pemerintah belum mampu menanggulangi degradasi lingkungan dan deforestasi, tetapi justru hutan lindung yang hanya tinggal sedikitpun telah di ancam untuk di alih fungsikan. Padalah semua tahu bahwa saat ini hutan sudah dalam kondisi kritis termasuk juga hutan konservasi.

Pengelolaan Dana Reboisasi

Kondisi kritis hutan di Indonesia, termasuk di Kalteng telah memunculkan berbagai cercaan dan tekanan dunia internasional. Salah satu solusi yang di jalankan oleh pemerintah adalah mengeluarkan kebijakan pengalokasian dana khusus untuk reboisasi (DAK-DR) lahan dan hutan kritis. Tahun 2002, Kalimantan Tengah mendapatkan DAK-DR sebesar Rp. 175 milyard lebih.

Reboisasi yang sebetulnya harus dilakukan pada lahan dan hutan kritis, ternyata banyak yang tidak mencapai sasaran, bahkan baru-hanya dengan perhitungan penggunaan dana DAK-DR saja, reealisasinya masih sangat jauh dari harapan, yaitu baru sekitar 20 % atau sekitar 35 milyar. Belum lagi apabila indikator yang digunakan adalah realisasi tanam dan tumbuh dan luasan lahan yang dapat di reboisasi, tentu saja semakin jauh dari harapan.

Aparat pelaksana masih sangat jauh dari siap, dalam artian siap untuk mengelola dana tersebut secara benar dan siap dengan program yang betul-betul tepat sasaran, tepat waktu dan tepat hasil. Tentu saja lebih jauh lagi kalau bicara soal transparansi dan partisipasi rakyat dalam pengelolaan (perencanaan, pengerjaan, pengawasan dan kontrol). Tidak salah kalau dikatakan bahwa telah terjadi gegar dan kaget ketika melihat tumpukan pundi duit. Lantas berpikir bagaimana caranya agar dapat juga “roti manis” DAK-DR.

Masa Depan Sumberdaya Alam Kalteng

Kalau ada pihak yang begitu besar harapannya dimasa depan akan terjadi kemajuan dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam yang transparan, partisipatif dan mengakui hak-hak tenurial masyarakat adat, maka sebaiknya harapan itu “dikerangkeng” dahulu. Bagaimanapun juga, paling tidak, tahun 2003 dan 2004 adalah tahun yang menetukan dalam melakukan konsolidasi geo-politik dan pemantapan peta politik lokal dan nasional.

Harapan kepada penyelenggara pemerintahan untuk lebih serius dalam mengelola lingkungan dan sumberdaya alam yang berpihak kepada rakyat dan lingkungan akan tenggelam oleh agenda dan kepentingan politik yang lebih mengemuka, yaitu perolehan suara dalam pemilu.

Lembaga politik, seperti yang telah disampaikan dibagian terdahulu, dalam tahun 2003 lebih akan mengutamakan konsolidasi menyongsong perang puputan dalam pemilu 2004. Sumberdaya alam tetap akan menjadi andalan untuk menghasilkan dana politik. Akibatnya adalah akan terjadi eksploitasi besar-besaran untuk mengasilkan dana politik yang dilakukan dengan konspirasi bersama investasi, walau investasi brutal sekalipun.

*) Aktivis Ornop di Kalteng

No comments: