Wednesday, August 04, 2010

“SOB : Konversi Hutan Kalteng Sudah Brutal”



Pemerintah Lakukan Pembiaran Kejahatan Kehutanan

Palangkaraya [15.02.10] Alih fungsi sekaligus pembabatan hutan untuk perkebunan kelapa sawit dibeberapa tempat di Kalimantan Tengah sudah dilakukan secara brutal dan dapat dikatagorikan sebagai penghancuran alam secara sistematis dan terorganisir.

Ironisnya pembabatan hutan untuk perkebunan kelapa sawit ini tidak didasari legalitas yang memadai seperti ijin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan, tetapi aktivitas pembabatan bersih [clear cutting] tetap saja dijalankan.

Save Our Borneo yang melakukan dua kali monitoring di sekitar Kapaus Tengah mengindikasikan bahwa setidaknya ada 3 PBS sawit yang sedang melakukan aktivitas pembukaan hutan berpotensi tinggi secara brutal, yaitu PT. Wana Catur Jaya Utama [BW Plantation Group] dan PT. Kapuas Maju Jaya dan PT. Dwie Warna Karya [keduanya adalah milik Group Asiatic Sdn Bhd-Malaysia].

PT. WCJU dengan ijin lokasi sekitar 12.500 ha, PT. KMJ dan PT. DWK masing-masing sekitar 17.500 ha sampai saat ini diindikasi hanya baru mengantongi ijin lokasi dari Bupati Kapuas, tanpa ijin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan. Anehnya semuanya dapat melenggang mudah untuk melakukan pembukaan kawasan hutan secara illegal tanpa ada teguran apalagi sanksi dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Nampaknya organisasi mafia kehutanan dalam situasi ini betul-betul telah menguasai aktivitas haram demikian.

Lokasi-lokasi ketiga PBS tersebut dapat dipastikan berada dalam kawasan hutan, karena keberadaannya bertumpang tindih dengan eks HPH PT. Dahian Timber dan PT. Kayu Mas Ratu. Sementara sampai saat ini tidak terdapat adanya Ijin Pemanfaatan Kayu [IPK] yang beraktivitas sebagai inidikasi adanya ijin pelepasan kawasan hutan yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan. Itulah sebabnya ketiga PBS sawit ini menimbun, membuang dan menghancurkan kayu-kayu yang ada dikonsesinya untuk menghilangkan barang bukti dan sebagai akibat tidak adanya pelapasan kawasan hutan yang kayunya seyogiyanya dimanfaatkan melalui IPK.

SOB memperkirakan kerugian negara akibat dibabatnya hutan tanpa dimanfaatkan potensi hasil diatasnya ini mencapai ratusan milyar rupiah. Dalam pemantauan yang dilakukan, kawasan hutan yang di babat setidaknya mempunyai potensi 25 M3 kayu komersial berbagai jenis ; meranti, kruing, kempas bahkan ulin.

Penghitungan kasar kerugian negara dari sebuah PBS dapat dikalkulasi secara sederhana, dimana jika diasumsikan 25 M3 per ha dengan luas sebuah PBS rata-rata 20.000 ha, maka potensi [cuma] kayunya mencapai 500.000 M3. Pendapatan negara yang hilang setidaknya adalah dari PSDH sebesar 500.000 X Rp. 125.000,- dan pungutan DR sebesar 500.000 X US$ 16. Itu semua mencapai Rp. 62.5 M [PSDH] dan US$ 8 juta atau sekitar Rp. 76 M. Sehingga dari potensi kayu pada sebuah PBS saja kehilangan pendapatan negara mencapai kisaran Rp. 141.5 M. Luar biasa, dan ini hanya dari potensi kayu yang hilang karena dipendam, dibakar, dibuang, ditumpuk, dicuri atau dipakai secara gratis oleh PBS untuk perumahan, jembatan serta keperluan lainnya.

Melihat potensi kerugian negara yang sedemikian besar dan telah dirampok secara illegal dengan dukungan birokrasi yang korup dan kolutif, maka sepantasnya otoritas hukum dan otoritas berwenang yang mempunyai kapsitas untuk itu mengambil langkah-langkah penghentian perampokan potensi negara.

Para Bupati dan Gubernur harus dapat menuntaskan kasus perampokan kawasan hutan ini. Adalah sia-sia upaya rehabilitasi lahan dengan program one man one tree jika dibalik itu ada milyaran pokok kayu dibabat secara sporadis dan diberikan persetujuan oleh pemerintah.

Pembiaran-pembiaran yang telah dilakukan selama ini dapat diduga karena adanya hubungan mutualistis dan pemanfaatan pemrakarsa perkebunan dijadikan sebagai “ATM” bagi kelembagaan politik dan pejabat pemerintah. Ketidak tertiban pemegang ijin dan kenakalan dengan melakukan aktivitas illegal tanpa perijinan yang memadai tidak mungkin dapat berjalan jika pemerintah daerah dan aparatusnya bersama dengan apparatus hukum tidak melakukan pembiaran.

Save Our Borneo yang bergabung bersama Koalisi Anti Mafia Kehutanan telah dan terus akan melakukan upaya-upaya membendung deforastasi koruptif. SOB bersama ICW, Silvagama, WALHI, Jikalahari, FWI dan mitra lainnya terus akan memantau dan melaporkan kejahatan kehutanan ini kepada KPK, karena hanya KPK-lah yang sampai saat ini masih bisa diharapkan, selebihnya meragukan.

No comments: