PALANGKARAYA, Palangka Post.
Permasalahan sengketa lahan antara PT Antang Ganda Utama (AGU) dengan masyarakat tujuh desa dalam wilayah tiga kecamatan di kabupaten Barito Utara yaitu Montallat, Gunung Timang dan Teweh Tengah, yang berbuntut terjadinya pemblokiran oleh masyarakat terhadap jalan menuju perkebunan, yaitu Bupati Barito Utara, Ir H yuliansyah MM, diminta untuk menindaklanjuti surah Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang SH, No.118.45/1332/Ek tanggal 8 Oktober 2005 tentang Revisi Keputusan Bupati Barito Utara No.188.45/447/2003 tanggal 15 September 2003 dan Keputusan Bupati No.188.45/411/2004 tanggal 27 Juli 2004.
Adapun Keputusan Bupati No.188.45/447/2003 Perihal tentang izin lokasi dan Keputusan Bupati Barito Utara tentang pola pengembangan/kemitraan usaha menyangkut proporsi saham dan atau kebun plasma.
Koordinatir Save Our Borneo (SOB), Nordin kepada P.Post, Surat Gubernur tersebut meminta Bupati Barito Utara untuk mengambil langkah-langkah antara lain supaya diadakan kembali musyawarah antara Pemerintah Kab Barito Utara, masyarakat tujuh desa dan PT Antang Ganda Utama untuk menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak dengan tetap mengacu pada ketentuan dalam instruksi Gubernur Kalimantan Tengah No.17 tahun 2004 dan ketentuan pasal 5 ayat (2) huruf b,c,d,e,f serta pasal 6 angka 3 dan angka 4 Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No.357/Kpts/HK350/5/2002 dan Perda No.3 tahun 2003.
Kemudian, dalam revisi surat dan keputusan Bupati Barito Utara supaya dicantumkan secara eksplisit/tegas/jelas mengenai pola pengembangan/kemitraan usaha antara perusahaan dengan masyarakat setempat sebagaimana Intruksi Gubernur Kalimantan Tengah No.154/2004.
Menururt Nordin, karena Bupati Barito Utara tidak menindak lanjuti Surat Gubernur Kalteng itulah, dilapangan permasalahan makin berkembang sehinga terjadi pemblokiran oleh masyarakat terhadap aktivitas kegiatan perusahaan kelapa sawit tersebut, yang berlangsung beberapa minggu terakhir.
“ Semua itu karena konflik antara masyarakat tujuh desa dengan PT AGU oleh Bupati setempat,” tambah mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) kalteng ini, yang mengaku baru dua hari yang lalu turun kelokasi sengketa lahan untuk mendampingi sejumlah warga yang dimintai keterangan oleh pihak berwajib setempat dalam kasus aksi pemblokiran jalan tersebut.
Nordin juga mengemukakan, sebagai solusi dan jalan pemecahan permasalahan ini adalah dengan mengembalikan dan mengakui hak hak masyarakat, serta melakukan negoisasi ulang tentang pola kemitraan yang akan dikembangkan dalam perkebunan kelapa sawit tersebut.
Adapun lahan dan kebun yang sudah dibangun seluas 3.600 hektare (sudah tidak ada masalah) dan lahan inti seluas 17.996 hektare sesuai dengan keputusan BPN yang dikeluarkan terdiri dari 3 HGU masing masing No.23/HGU/BPN/94 tanggal 10 mei 1994 seluas 3.217 hektare, No.90/HGU/BPN/04 tanggal 18 Oktober 2004 seluas 6.343 hektare dan No.41/HGU/BPN/05 tanggal 25 april 2005 seluas 8.436 hektare.
2 comments:
setahuku..yg bertanggung jawab dalam hal ini sebenernya bukan perusahaannya n bukan juga masyarakatnya..tp pemkabnya sendiri,....regulasi n operasionalnya aneh sih...
masak kabupatennya dah berdiri puluhan tahun..tp perbatasan antar desa n regulasi2 terkait eksplorasi n pengelolaan SDA n SDM ga fix2...
Post a Comment