Thursday, April 23, 2009

Seruan Front Peduli Rakyat Kalteng

“Bebas Dari Penjajahan Ekologi Untuk Keadilan Iklim”

Hari Bumi, 22 April 2009


Liberalisme ; Akar Kerusakan Lingkungan

Kegalan sistem ekonomi politik kapitalisme mulai mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia ditandai dengan terjadinya krisis ekonomi global yang mengakibatkan runtuhnya ekonmi liberal yang bertumpu pada kekuatan pasar. Hampir setiap Negara yang menganut paham neoliberlisme menjadi tumbal dari keangkuhan kapitalis yang dipraktekan dalam menjalankan monopili modalnya di hampir setiap sektor terutama praktek-praktek kotor seperti industri ekstraktif yang mengabaikan keberlajutan kehidupan manusia dengan metode keruk abis semua sumber daya alam dan mengakibatkan krisis ekologi yang mangacam kehiudupan jutaan manusia di bumi.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang menganut sistem ekonomi politik neoliberalisme karena Indonesia merupakan salah satu negara yang strategis untuk menjalankan ekonomi kapitalis oleh negara-negara imprealis.

Saat ini konsolidasi kekuatan imprelisme di Indonesia menginstrumenkan basis sosial yang bercorak feodalisme, dimana konsolidasinya adalah monopoli tanah. Hal ini merupakan fakta yang tidak terbantahkan dimana konsolidasi modal adalah pengusaan atas tanah yang luas dengan industri perkebunan skala besar, HPH dan HTI, dan tambang dimana syarat utama adalah membutuhkan tanah yang luas.

Industri ini menguasi hampir dari setengah daratan Indonesia terutama perkebunan sawit yang saat ini merupakan komoditas yang laku dipasaran international. Celakanya akibat dari krisis keuangan dunia yang merupakan salah satu ciri keroposnya imprealisme, berdampak pada sektor-sektor yang merupakan basis kehidupan rakyat dimana petani, nelayan, buruh dan kaum miskin kota menyandarkan ekonominya.

Sementara corak ekonomi liberal Indonesia tidak bertumpu pada perekonomian rakyat yang berbasiskan pada kerja kolektif dan kerja sosial rakyat. Industri yang dibangun adalah untuk mengabdi kepada kepentingan negara-negara maju. Ciri-ciri ini dapat dilihat dari industri yang ada di Indonesia merupakan industri kecil dan setengah jadi, artinya Indonesia hanya menjadi wilayah penghisapan atas sumberdaya alamnya. Misalanya industri perkebunan sawit 80 % hasil CPO dieksport keluar negeri, industri batu bara 80 % nya untuk kebutuhan luar negeri.

Sektor migas lainya sudah dikuasi oleh perusahan multinasional yang berasal dari negara-negar imprealisme pimpinan Amerika Serikat seperti Exxon, Freeport, Newmont dll. Fakta ini mencirikan Indonesia sebagai negara yang setengah jajahan dimana sumber daya alam di abdikan untuk negara maju.

Hampir setiap kebijakan ekonomi dan politik Indonesia diintervensi oleh lembag-lembaga international seperti IMF, World Bank, ADB dan lainya. Bantuan utang selau mensyaratkan konpensansi yaitu kebijakan yang menjual sumberdaya alam negeri ini. Sementara rakyat Indonesia mengalami beban hidup yang sangat berat dimana mereka akan terancam dengan kemiskinan, bencana ekologi dan kematian yang selalu mengintai akibat rusaknya lingkunagn hidup. Seharusnya pemerintah sudah mulai mengantisipasi kejadian bencana belakangan ini akiabat keruskan ekologi yang diakibatkan oleh indutri ekstraktif yang merusak hutan dan merampas tanah rakyat.

Moment krisis impralis tersebut seharuanya dijadikan pelajaran bahwa struktur ekonomi yang berbasiskan liberal tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia, kekuatan ekonomi rakyat dengan modal sumber daya alam yang kaya seharunya menjadi modal yang utama untuk membangun ekonomi negara untuk kesejahteraan rakyatnya, namun sayangnya krisis ekonomi global justru semakin memacu pemerintah untuk menambah utang luar negeri, dimana Indonesia telah menyetujui utang luar negeri baru untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dari Jepang dan Perancis dengan nilai Rp 550 triliun yang akan menambah beban rakyat.

Proses demokrasi rakyat melalui pemilu tidak akan merubah apapun dari kondisi dan realitas rakyat hari ini, demokrasi semu ini masih dikuasi oleh para pemodal yang masuk menjadi legislator dan pemerintahan yang berkolaborasi menjadi kapitalis birokrat. Sudah dipastikan kedepanya pengerukan sumberdaya alam dan kondisi lingkungan akan semakin parah. Tujuan utama dari kaum kapitialis birokrat adalah mempertahankan basis social feodalistik yaitu monopoli tanah dan industri yang mengabdi pada negara maju.

Kekuatan politik rakyat masih jauh dari harapan justru bayangan kehancuran yang ada didepan mata dengan masih berkuasanya kelas penguasa yang berkolaborasi dengan kapitalis. Rakyat harus bergerak untuk menyurakan hak-hak dasar mereka sebagai manusia yang bebas dari penghisapan dan kepastian akan keberlajutan hidup dengan mencari altrenatif aspirasi politiknya.

Kondisi Sumber Daya Alam di Kalimantan Tengah

Kalimantan Tengah merupakan salah satu bagian integral dari wilayah Republik Indonesaia yang merupakan bagian dari situasi ini. Kalimantan Tengah yang luas dan kaya akan sumberdaya alam tidak terlepas dari incaran kapitalisme melalui investasi yang ekstraktif.

Dari data yang diperoleh Walhi Kalteng perijinan untuk perkebunan sawit hingga tahun 2008 berjumlah 323 buah dan sudah menguasai sekitar 4.051.416,35 hektar dan kebanyakan adalah perusahaan asing dan perusahaan monopoli seperti Wilmar, Musimas, Sinarmas dan Astra. Sementara ijin konsensi di sector kehutanan yang terdiri dari ijin HPH/IUPHHK, HTI, IPK dan IPHHK dengan jumlah 759 ijin konsensi juga sudah menguasai wilayah Kalimantan Tengah seluas 4.932.145,49 yang sudah dipastikan menggusur wilayah kelola masyarakat Dayak yang bergantung dari sumberdaya hutan.

Yang paling parah adalah jumlah perusahaan tambang batubara, emas dan lainya yang paling massif dalam merusak lingkungan hidup di Kalteng karena menggunakan sistem open pit mining (tambang terbuka).

Ijin pertambangan (KK, PKP2B, KP, Ijin Pertambangan Rakyat Daerah dan Ijin Pertambangan Daerah) hingga tahun 2007 mencapai 563 ijin dengan luasan mencapai 3.310.490.44 ha. Kawasan ijin tersebut hanya dimiliki oleh segelintir orang saja yang paling mengerikan adalah wilayah penting yang merupakan kawasan resapan air sudah dikuasai oleh perusahaan multinasioanal seperti BHP. Biliton, PT. Indomuro Kencana, dan Asmin Koalindo yang terindikasi masuk di kawasan hutan lindung.

Melihat kondisi tersebut dari total wilayah dataran Kalteng yang luasnya 15,356,800 hektar, 80 % wilayahnya sudah diberikan dan dikuasi oleh investasi dan pihak asing sementara sisanya untuk kawasan konservasi yaitu hutan lindung dan taman nasional. Artinya pengusaan tanah sebesar-besarnya diberikan kepada pihak investasi sementara rakyat Kalimantan Tengah tidak mendapatkan keuntungan dari investasi tersebut justru ancaman akan menjadi landless (tidak bertanah) dan kemiskinan absolut. Padahal melihat komposisi masyarakat Kalimantan Tengah penduduknya banyak bekerja disektor agraria yang mengandalakan tanah sebagai alat produksinya.

Selain industri tersebut salah satu ancaman adalah konservasi yang berbasikan kawasan dengan masuknya pihak asing dalam pengelolaan kawasan. Konservasi dimaknai sebagai hal-hal yang scientitis yaitu ilmu yang masih menyerap konsep yeloow stones ala Amerika yang mensyaratkan proteksi kawasan untuk konservasi yang tentunya akan mengusir masyarakat yang sudah lama hidup dikawasan tersebut.

Nilai-nilai pengelolaan kawasan berbasiskan kearifan lokal yang selam ini sudah dilakukan turun-temurun dipinggirkan bahkan dimusnakan oleh ilmu pengetahuan yang justru tidak ilmiah. Lembaga-lembaga konservasi ini selalu menggunakan tameng untuk penyelamatan lingkungan padahal sesungguhnya yang dikejar adalah motif ekonomi (bisnis konservasi) dan monopoli tanah yang merupakan basis sosial feodalistik yang masih dipertahankan oleh kapitalisme melaui kompradornya yaitu lembaga konservasi international.

Kalimantan Tengah merupakan salah satu wilayah yang akan dijadikan demo untuk program REDD (Reduction Emission Degradation and Deforestation) salah satu hasil pertemuan PBB untuk perubahan iklim dibali tahun lalu (UNFCCC) yang mengabaikan nilai-nilai keadilan.

Secara umum REDD hanya metode akal-akalan negara maju seolah-olah peduli terhadap perubahan iklim akibat pemanasan global sehingga Indonesia sebagai salah satu negara tropis dipaksa untuk menjaga hutanya sementara mereka sendiri tidak mau menurunkan komsumsi dan industri yang mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca yang paling besar. Mekanisme yang ditawarkan adalah kompensasi dengan menghitung karbon yang dikeluarkan oleh hutan Indonesia artinya fungsi hutan hanya dipandang sebagai komoditas yang merupakan ciri kapitalis.

Kawasan sejuta hektar yang rusak akibat kebijakan fasisme orde baru merupakan salah satu kawasan yang akan dijadikan wilayah yang menggunakan konsep REDD dan coba menggandeng pihak swasta untuk merehabilitasi kawasan tersebut. Fakta ini menunjukan bahwa kawasan PLG dijadikan kawasan yang bernilai ekonomis karena masuknya pihak swasta dalam pengelolaanya akan lebih mengutamakan keuntungan daripada nilai sosial dan keanekaragaman hayati dari kawasan tersebut. Ini merupakan pengalihan tanggung jawab pemerintah kepada pihak swasta yang akan berdampak buruk bagi lingkungan dan keterancaman terhadap akses-akses penghidupan rakyat.

Akibat rakusnya industri ekstraktif dan monopoli tanah yang dilakukan oleh kapitalis akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar yang dialami oleh rakyat dan negara ini, perampasan hak atas tanah, penggusuran dan represifitas negara akan meningkat, bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan badai siap merengut milik kita termasuk nyawa umat manusia. Artinya penguasaan monopoli tanah untuk investasi ekstraktif akan merusak lingkungan, dan lingkungan yang rusak berdampak pada semua sektor kehidupan rakyat.

Tiada lain dan tiada bukan kepada semua pihak yang sadar harus menggalang seluruh elemen bangsa untuk melawan semua bentuk penghisapan dan penjajahan termasuk penghisapan sumberdaya alam dikalimantan tengah dengan menyatukan diri bersama untuk menghentikan investasi yang merampas tanah rakyat, investasi yang tidak mengindahkan kaeadah-kaedah ekoligi, dengan menghancurkan sistem monopoli tanah sebagai basis social feodalisme dengan merebut ruang-ruang untuk kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan lingkungan dan kehidupan umat manusia di bumi.

Palangkaraya, 22 April 2009

FRONT PEDULI RAKYAT KALIMANTAN TENGAH
  1. Save Our Borneo,
  2. WALHI Kalteng,
  3. Mitra LH Kalteng,
  4. Pokker SHK,
  5. Yayasan Betang Borneo,
  6. Green Studen Movement,
  7. Serekat Hijau Indonesia,
  8. JARI Kalteng,
  9. Mapala Comodo FE Unpar,
  10. Mapala Dozer Teknik Unpar,
  11. Slankers Klub Palangkaraya
  12. BEM Unpar,
  13. BEM STAIN,
  14. Serikat Petani Kotawaringin (SPKW) Pangkalan Bun,
  15. Aliansi Rakyat Tani Barito (ARTB),
  16. Aliansi Rakyat Pengelola Gambut (ARPAG),
  17. Lembaga Dayak Panarung,
  18. Yayasan Petak Danum,
  19. Mitra Insani

2 comments:

Anonymous said...

Jangan Bohong Loe Din... Nama Loe aja Nordin sama dengan si Nurdin M Top.
Bedanya elo "PENGHIANAT BANGSA", si Nurdin M Top Teroris.

Loe jangan asal yeee bawa2 Rakyat Kalteng segala untuk kepentingan Penghianatan Elo yang digaji Bangsa Asing untuk Merong-rong Pemerintah dan Rakyat. Haram Jaddah Loe.

Nordin said...

makasih...