“ Sebagai Pelanggaran Tata Ruang yang Masih Berlaku”
Palangkaraya, [saveourborneo]. Revisi [lebih tepatnya bongkar habis] Perda RTRWP Kalimantan Tengah 2003 yang sebenarnya masih seumur jagung dengan jelas dapat manujukan bahwa telah tejadi kesalahan fatal dalam penyusunan RTRWP 2003 atau sebaliknya telah terjadi pelanggaran fatal dan kriminal atas RTRWP 2003 tersebut.
Save Our Borneo mensinyalir terjadi kekeliruan dan kurang cermatnya penyusunan RTRWP 2003 lalu yang kemudian berimplikasi pada tindakan inkonsisten pejabat daerah dalam pemberian ijin atas kawasan, khususnya perkebunan dan pertambangan. Sebagai akibat itu semua, maka dengan sengaja telah dikeluarkan ijin-ijin pemanfataan kawasan untuk perkebunan dan pertambangan secara serampangan dan menyalahi tata ruang yang jelas-jelas berlaku.
Pemberian ijin diluar kawasan yang sudah ditentukan ini telah berlangsung sejak awal dan berlanjut terus meskipun RTRWP 2003 telah berlaku, akibatnya banyak terjadi kesalahan lokasi dan peruntukannya.
Sudah barang tentu, kondisi demikian akan berimplikasi hukum dan politis bagi pejabat pemberi ijin – yang kebanyakan adalah para bupati, yang diamini oleh rekomendasi pemerintah propinsi. Untuk menghindari resiko dan konsekwensi hukum yang bisa berakibat penjara, maka secara berjamaah digulirkan rencana revisi RTRWP dengan berbagai argumentasi yang seringkali tidak masuk akal.
Dengan demikian, revisi atau lebih tepatnya bongkar ulang RTRWP ini merupakan upaya “pemutihan” atas ijin-ijin lokasi yang sudah dikeluarkan namun menyalahi RTRWP yang berlaku. Tentu saja jalan pintasnya adalah “revisi”.
Dengan demikian, seharusnya “revisi” RTRWP ini tidak dilakukan dengan kepentingan “memutihkan” kesalahan pemberian ijin yang sudah dilakukan, bahkan kesalahan-kesalahan tersebut harus diambil tindakan, baik secara administrasi dengan cara pencabutan ijin maupun dengan cara hukum dengan cara penindakan sesuai dengan Undang-undang Penatan Ruang yang berlaku.
Ijin perkebunan kelapa sawit yang diberikan oleh para bupati yang berada dalam kawasan hutan mestinya dicabut terlebih dahulu, untuk kemudian dilakukan peneliatian dan sinkronisasi konfrehensip atas kelayakan dan kepatutan kawasan tersebut dialih fungsikan. Pengalih-fungsian kawasan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik ekologi dan sosialnya dijamin akan menimbulkan kerawanan social dan bencana ekologis.
Tidak jarang pemberian ijin untuk perkebunan kelapa sawit justru berada diatas kebun-kebun, ladang dan belukar yang menjadi alat produksi masyarakat, akibatnya sejak dari awal proyek-proyek dimaksud menuai konflik.
Dibagian lain, karena ketidak telitian dalam alih fungsi kawasan hutan, meyebabkan terjadi degradasi fungsi lahan untuk membendung bencana ekologis, baik banjir, kekeringan, kebakaran dan pemanasan iklim.
Save Our Borneo kembali menegaskan agar bongkar ulang RTRWP tidak dilakukan sebelum status-status kawasan dikembalikan dulu seperti semula. Juga harus dilakukan penyelidikan dan penindakan atas manipulasi dan kesalahan sengaja pada pemberian ijin-ijin lokasi untuk proyek-proyek perkebunan, pertambangan, transmigarasi dan lain-lain.
Kasus alih fungsi hutan di Kalimantan Tengah merupakan hal serupa dan sebangun dengan kasus di Sumatera Selatan dan Pulau Bintan yang melibatkan banyak pejabat melakukan tindakan kolotif dan koruptif. Oleh karenanya aparat hukum bahkan KPK harus bertindak dengan cepat sebelum “pemutihan” ijin manipulatif tersebut terjadi melalui “bongkar ulang” RTRWP.
###
No comments:
Post a Comment