Palangkaraya, Sept. 2006 [SOB] Kebakaran atau lebih tepatnya pembakaran lahan dan hutan terus berlangsung setiap tahun tanpa dapat ditanggulangi dengan serius seperti yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah.
Perusahaan perkebunan [kelapa sawit, khususnya] juga terus-terusan setiap tahun mendompleng musim kemarau untuk meraup keuntungan dengan menghemat biaya land clearing dan menggantikannya dengan cara membakar yang biayanya hanya lebih murah 80% dibandingkan dengan land clearing konvensional.
Sengaja tau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung perusahaan pemegang konsesi perkebunan kelapa sawit harus bertanggungjawab secara hukum dan moral.
SOB menemukan fakta lapangan bahwa beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sedang dalam proses pembukaan lahan melakukan pembakaran dan terbakar pada konsesinya. Sayangnya sampai saat ini tidak jelas bagaimana penyelesaian sanksi administrasi dan hukum yang mestinya diderakan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit ini.
Seharusnya pemerintah secepatnya mengambil langkah penindakan secara administrasi berupa pencabutan atau penagguhan ijin dan aparat penegak hukum sesegeranya mengambil langkah penegakan hukum sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999, UU No. No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan yang didalamnya memuat sanksi jelas mengenai pembakaran lahan dan hutan.
Pemenrintah dan aparat penegak hukum tidak boleh menutup mata pada kenyataan bahwa pembakaran lahan oleh perkebunan kelapa sawit memang telah terjadi secara nyata. Ketiadaan langkah penindakan dan langkah hukum yang serius oleh pemerintah dan aparat hukum merupakan kolusi dan persekongkolan kejahatan lingkungan yang memprihatinkan.
Pembakaran lahan perkebunan kelapa sawit bukan lagi kejahatan individual, melainkan kejahatan korporasi. Apabila pemerintah dan penegak hukum tidak melakukan langkah penegakan hukum atas kejahatan perusahaan [corporate crime], maka hukum di negeri ini semakin keropos dan hukum dijalankan secara diskriminatif hanya kepada masyarakat peladang saja.
Malaysia jangan Lempar Batu Sembunyi Tangan
Polemik soal pembakaran lahan dah hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus menerus terjadi setiap tahun. Di satu sisi, masyarakat disalahkan sebagai pelaku pembakaran lahan untuk peladangan, tetapi disisi lain juga tidak dapat dipungkiri dan bahkan fakta-fakta menunjukan bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit melakukan pembersihan lahannya dengan cara membakar setelah atau bersamaan dengan kegiatan land clearing dilakukan.
Dalam permasalahan kabut asap pembakaran hutan dan lahan, pertentangan terjadi pada level negara, dimana Malaysia dan Indonesia saling menyalahkan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan kabut asap di kedua negara tersebut.
Malaysia tentu saja merasa keberatan dengan adanya “import” gratis berupa asap dari wilayah Indonesia yang dilakukan oleh perkebunan-perkebunan di Indonesia, tetapi juga senyatanya tidak sedikit perkebunan-perkebunan yang membakar lahan adalah perusahaan milik atau dengan modal dari Malaysia.
SOB menemukan bukti bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh Malaysia melakukan pembakaran pada bulan Juli dan Agustus 2006, yaitu di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur – Kalimantan Tengah.
Berikut adalah daftar perusahaan milik pemodal Malaysia yang ditemukan lahannya di bakar ;
1. PT. Hamparan Sawit Eka Malam, PPB Oilpalm Bhd-Malaysia
2. PT. Sarana Titian Permata, PPB Oilpalm Bhd-Malaysia
3. PT. Kerry Sawit Indonesia Estate III, PPB Oilpalm Bhd-Malaysia
4. PT. Agro Bukit, Golden Hope Bhd-Malaysia
5. PT. Salonok Ladang Mas
Dengan adanya fakta ini, maka pemerintah Malaysia juga harus bertanggung jawab untuk “menertibkan” dan memberikan punisment terhadap pemodal-pemodal asal dari negerinya tersebut.
Kejaidan pembakaran lahan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Malaysia di Indonesia tidak terlepas dari keroposnya penegakan hukum di Indonesia dan sikap paranoid pemerintah pada hengkangnya investasi asing, yang sebenarnya adalah investasi nakal dan tidak mau mentaati peraturan hukum negara Indonesia, disamping penegak hukum Indonesia yang juga diskriminatif dan masih dapat di-drive oleh pemodal.
Perusahaan perkebunan [kelapa sawit, khususnya] juga terus-terusan setiap tahun mendompleng musim kemarau untuk meraup keuntungan dengan menghemat biaya land clearing dan menggantikannya dengan cara membakar yang biayanya hanya lebih murah 80% dibandingkan dengan land clearing konvensional.
Sengaja tau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung perusahaan pemegang konsesi perkebunan kelapa sawit harus bertanggungjawab secara hukum dan moral.
SOB menemukan fakta lapangan bahwa beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sedang dalam proses pembukaan lahan melakukan pembakaran dan terbakar pada konsesinya. Sayangnya sampai saat ini tidak jelas bagaimana penyelesaian sanksi administrasi dan hukum yang mestinya diderakan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit ini.
Seharusnya pemerintah secepatnya mengambil langkah penindakan secara administrasi berupa pencabutan atau penagguhan ijin dan aparat penegak hukum sesegeranya mengambil langkah penegakan hukum sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999, UU No. No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan yang didalamnya memuat sanksi jelas mengenai pembakaran lahan dan hutan.
Pemenrintah dan aparat penegak hukum tidak boleh menutup mata pada kenyataan bahwa pembakaran lahan oleh perkebunan kelapa sawit memang telah terjadi secara nyata. Ketiadaan langkah penindakan dan langkah hukum yang serius oleh pemerintah dan aparat hukum merupakan kolusi dan persekongkolan kejahatan lingkungan yang memprihatinkan.
Pembakaran lahan perkebunan kelapa sawit bukan lagi kejahatan individual, melainkan kejahatan korporasi. Apabila pemerintah dan penegak hukum tidak melakukan langkah penegakan hukum atas kejahatan perusahaan [corporate crime], maka hukum di negeri ini semakin keropos dan hukum dijalankan secara diskriminatif hanya kepada masyarakat peladang saja.
Malaysia jangan Lempar Batu Sembunyi Tangan
Polemik soal pembakaran lahan dah hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus menerus terjadi setiap tahun. Di satu sisi, masyarakat disalahkan sebagai pelaku pembakaran lahan untuk peladangan, tetapi disisi lain juga tidak dapat dipungkiri dan bahkan fakta-fakta menunjukan bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit melakukan pembersihan lahannya dengan cara membakar setelah atau bersamaan dengan kegiatan land clearing dilakukan.
Dalam permasalahan kabut asap pembakaran hutan dan lahan, pertentangan terjadi pada level negara, dimana Malaysia dan Indonesia saling menyalahkan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan kabut asap di kedua negara tersebut.
Malaysia tentu saja merasa keberatan dengan adanya “import” gratis berupa asap dari wilayah Indonesia yang dilakukan oleh perkebunan-perkebunan di Indonesia, tetapi juga senyatanya tidak sedikit perkebunan-perkebunan yang membakar lahan adalah perusahaan milik atau dengan modal dari Malaysia.
SOB menemukan bukti bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh Malaysia melakukan pembakaran pada bulan Juli dan Agustus 2006, yaitu di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur – Kalimantan Tengah.
Berikut adalah daftar perusahaan milik pemodal Malaysia yang ditemukan lahannya di bakar ;
1. PT. Hamparan Sawit Eka Malam, PPB Oilpalm Bhd-Malaysia
2. PT. Sarana Titian Permata, PPB Oilpalm Bhd-Malaysia
3. PT. Kerry Sawit Indonesia Estate III, PPB Oilpalm Bhd-Malaysia
4. PT. Agro Bukit, Golden Hope Bhd-Malaysia
5. PT. Salonok Ladang Mas
Dengan adanya fakta ini, maka pemerintah Malaysia juga harus bertanggung jawab untuk “menertibkan” dan memberikan punisment terhadap pemodal-pemodal asal dari negerinya tersebut.
Kejaidan pembakaran lahan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Malaysia di Indonesia tidak terlepas dari keroposnya penegakan hukum di Indonesia dan sikap paranoid pemerintah pada hengkangnya investasi asing, yang sebenarnya adalah investasi nakal dan tidak mau mentaati peraturan hukum negara Indonesia, disamping penegak hukum Indonesia yang juga diskriminatif dan masih dapat di-drive oleh pemodal.
3 comments:
pak nordin,
saya pengin tahu kenapa perlu "land clearing"? apakah itu peraturan? dan seharusnya kalau tidak membakar lahan tersebut apa alternatif terbaik yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan?
mohon pencerahannya..
pak nordin,
kalau di izinkan saya mau meminta data daftar nama perusahaan beserta alamat yang melakukan pembakaran dalam land clearing pada periode 2006
terimakasih atas bantuannya..
Nb : jika diizinkan bisa dikirim melalui Email saga_yudeja@yahoo.com
thanks atas infonya
Post a Comment