Community Organizing, Need Assesmet, Village Meeting dan lain sebagainya adalah bagian dari advokasi yang sudah sering kita dengarkan dan kita lakukan di berbagai kesempatan dan diberbagai tempat, juga menyangkut berbagai kasus. Tetapi sudahkah kita juga melakukan itu semua melalui sebuah “penglihatan” yang cermat dan mendalam sebelum itu dilakukan ? ataukah advokasi yang dilakukan bagi rakyat hanya berlandaskan asumsi-asumsi yang cenderung sangat byas pada “otak” aktivist NGOs atau informasi awal di media maas atau lainnya yang terekspose kepermukaan? Kenapa? Karena mata dan telinga NGOs banyak di media massa dan mencari popularitas.
“Kecelakaan” demi kecelakaan yang sudah dilakukan sudah barang tentu tidak salah kalau dipikirkan ulang setidaknya harus dicari format lain yang diharapkan mampu mendobrak kebiasaan menggunakan asumsi-asumsi dalam menentukan intervensi yang akan dilakukan. Paling tidak dobrakan tersebut secara jujur bisa disebut sebagai trial and error , tetapi eknapa tidak dilakukan.
Ketika intervensi dilakukan di masyarakat dengan tanpa terlebih dahulu diketahui secara lebih detil kondisi sosial, baik menyangkut ancaman, konflik, posisi kasus, kerentanan, kapasitas sosial dan resistensi masyarakat serta berbagai hal lainnya, maka yang terjadi dapat saja berupa partisipasi semu dari masyarakat untuk “turut mensuskseskan” proyek yang dilakukan tanpa memiliki makna yang dalam. Tidak jarang juga bahkan salah dalam memilih kontak dan pihak-pihak yang potensial untuk diajak berkoalisi dalam menjawab sebuah issue yang berkembang.
Segala informasi berkenaan dengan ancaman, konflik, posisi kasus, kerentanan, kapasitas sosial dan resistensi masyarakat serta berbagai hal lainnya tidak diperoleh dari “rekaman primer” yang dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini menyebabkan berbagai hal menjadi semakin byas dan pada saatnya sulit untuk dikendalikan ketika dilakukan intervensi lebih jauh.
Situasi demikian sudah saatnya mulai untuk di coba diperbaharui, dengan sedikit meluangkan waktu dan investasi untuk menjalankan sebuah upaya pemetaan sosial yang lebih detil pada suatu kawasan / komunitas yang dalam asumsi awal memerlukan langkah advokasi lebih dalam dan tajam pada masa depan.
"......mumpung lagi mau ngoret-oret deh..."
“Kecelakaan” demi kecelakaan yang sudah dilakukan sudah barang tentu tidak salah kalau dipikirkan ulang setidaknya harus dicari format lain yang diharapkan mampu mendobrak kebiasaan menggunakan asumsi-asumsi dalam menentukan intervensi yang akan dilakukan. Paling tidak dobrakan tersebut secara jujur bisa disebut sebagai trial and error , tetapi eknapa tidak dilakukan.
Ketika intervensi dilakukan di masyarakat dengan tanpa terlebih dahulu diketahui secara lebih detil kondisi sosial, baik menyangkut ancaman, konflik, posisi kasus, kerentanan, kapasitas sosial dan resistensi masyarakat serta berbagai hal lainnya, maka yang terjadi dapat saja berupa partisipasi semu dari masyarakat untuk “turut mensuskseskan” proyek yang dilakukan tanpa memiliki makna yang dalam. Tidak jarang juga bahkan salah dalam memilih kontak dan pihak-pihak yang potensial untuk diajak berkoalisi dalam menjawab sebuah issue yang berkembang.
Segala informasi berkenaan dengan ancaman, konflik, posisi kasus, kerentanan, kapasitas sosial dan resistensi masyarakat serta berbagai hal lainnya tidak diperoleh dari “rekaman primer” yang dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini menyebabkan berbagai hal menjadi semakin byas dan pada saatnya sulit untuk dikendalikan ketika dilakukan intervensi lebih jauh.
Situasi demikian sudah saatnya mulai untuk di coba diperbaharui, dengan sedikit meluangkan waktu dan investasi untuk menjalankan sebuah upaya pemetaan sosial yang lebih detil pada suatu kawasan / komunitas yang dalam asumsi awal memerlukan langkah advokasi lebih dalam dan tajam pada masa depan.
"......mumpung lagi mau ngoret-oret deh..."
No comments:
Post a Comment