Monday, February 16, 2009

Perijinan yang Salahi Tata Ruang sebelum Revisi RTRWP

(Pangkaraya), WALHI Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo meyakini bahwa RTRWP yang sedang gencar-gencarnya dibahas untuk di revisi tidak lain hanya dilandasi dengan kepentingan penguasaan kawasan [hutan dan non-hutan] untuk kepentingan corporate [asing dan nasional]. Sayangnya justru wakil-wakil rakyat dan pemerintah daerah ini justru sangat tebuai dengan mimpi pertumbuhan ekonomi dari hasil membagi-bagi kawasan tersebut. Sedikitpun tidak terbetik perspektif kemandirian dan pemerataan ekonomi real kerakyatan, keadilan distribusi sumber-sumber agraria sebagai alat produksi rakyat, ketahanan pangan mandiri masyarakat local dan pengelolaan potensi bencana dari rencana revisi RTRW yang ada.

 WALHI Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo mensinyalir bahwa revisi tata ruang yang sedang di bahas sesunguhnya adalah karena ingin melakukan legalisasi atas praktik-praktik inskonsistensi dan melawan hukum yang telah dilakukan oleh beberapa pejabat pemerintah selama ini, terutama oleh beberapa bupati yang dengan sporadic memberikan ijin lokasi untuk perkebunan kelapa sawit dan insdustri ekstraktif [tambang] di areal-areal yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Untuk melakukan proses "pencucian dosa" tersebut, maka jalan paling sederhana adalah merubah peruntukan ruang sesuai dengan apa yang diinginkannya. Karena jika tidak, maka bukan tidak mungkin praktik-praktik "penjualan lahan" ini pada saatnya akan bermasalah dengan hukum, seperti yang sudah terjadi dengan Gubenur Kalimantan Timur Suwarna AF.

Ironisnya, justru asset bangsa ini telah dijual, setidaknya digadaikan oleh pengambil keputusan pemerintahan sendiri, kepada modal Negara asing, padahal bentuk penjajahan paling mutakhir saat ini [neo-kolonialisme dan neo-liberalisme] adalah penjajahan modal, sehingga sesungguhnya antek dari penjajah gaya baru ini adalah pejabat yang menjual ijin-ijin pemilikan lahan untuk perkebunan dan industri ektraktif lainnya.

Sebagai contoh, WALHI Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo mencatat bahwa sebanyak 346.188 ha areal hutan yang sesungguhnya tidak pantas dan belum boleh diberikan ijin untuk perkebunan kelapa sawit, sudah diberikan oleh Bupati Kabupaten Seruyan. Celakanya, pada tahun 2005, setidaknya 7 diantara ijin-ijin tersebut telah dijual kepada PPB Oilpalm-Malaysia [yang akan merger dengan Wilmar dan Cargill-USA].

Berikut daftar perusahaan yang dijual kepada PPB Oilpalm Bhd- Malaysia pada Oktober 2005 :

PT. Pukun Mandiri Lestari / Seruyan [19.000 ha] seharga Rp. 950 juta. 

PT. Bulau Sawit Bajenta / Seruyan [15.000 ha] seharga Rp. 375 juta 

PT. Alam Sawit Permai / Seruyan [16.160 ha] seharga Rp. 950 juta 

PT. Benua Alam Subur / Seruyan [16.160 ha] seharga Rp. 950 juta 

PT. Bawak Sawit Tunas Belum / Seruyan [15.000 ha] seharga Rp. 285 juta 

PT. Hamparan Sawit Eka Malan / Seruyan [20.000ha] seharga Rp. 285 juta 

PT. Petak Malan Sawit Makmur / Seruyan [19.680 ha] seharga Rp. 283 juta 

Sumber : Annual report PPB Oilpam Bhd, 2005

WALHI Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo juga mencatat bahwa nilai penjualan sejumlah 8perusahaan itu adalah sekitar 4.28 M dari luas 141.680 ha. Ini betul-betul nyata praktik broker penjual perijinan saja dan sangat mengkhianati nilai-nilai kebangsaan. Ada sinyalemen kuat bahwa perusahaan-perusahaan yang diberikan ijin ini dimiliki oleh famili dan kerabat dari pejabat tertinggi kabupaten, sehingga dapat dikatakan bahwa sangat kental aroma KKN-nya.Dengan melihat sedikit dari contoh diatas, maka kami WALHI Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo harus menyatakan bahwa revisi RTRWP ini hanyalah kedok bagi-bagi areal saja, dan pada intinya hanya kedok untuk memuluskan bisnis kalangan elite pejabat dan elite politik yang berkolaborasi dengan kaum neo-kolonialis. Oleh karena itu WALHI Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo menuntut agar rencana revisi RTRWP dibatalkan, kecuali pemberian ijin-ijin penguasaan kawasan [terutama kebun, tambang dan kehutanan dan konservasi] yang menyalahi tata ruang selama ini dicabut terlebih dahulu. Karena pemberian ijin-ijin oleh pemerintah yang demikian betul-betul telah mengacaukan penataan ruang wilayah di Kalimantan Tengah.[]

Nordin, Save Our Borneo Co-ordinator

Jl. Virgo No. 30 Komp. Amaco Palangkaraya-Kalimantan Tengah

Telpon [office] : 0536-3228100

Mobile : 08125080346

Monday, February 02, 2009

HAH..KUBURAN DI TENGAH JALAN...???


Makam orangtua pak Tarang ini tepat berada ditegah jalan kebun sawit PT. Mustika Sembuluh III

Sunday, February 01, 2009

Journalist Touring


Save Our Borneo bersama dengan jurnalis melakukan liputan lapang di areal perkebunan kelapa sawit PT. SSM tanggal 14-15 Januari 2009.
---------------------------------
pada sibuk nyari tempat, nyari sinyal hape.....


theGue....


Kanyala, Tambang Bijih Besi, Desember 2008
------------------------------------------------------

PT. SSM Tanam Sawit di Lahan Gambut


PT. Sukajadi Sawit Mekar [SSM] anak perusahaan Musimas Group, selain memberangus tanah warga 3 Desa [Kanyala, Tanah Putih dan Sebabi] Kecamatan Talawang Kabupaten Kotawaringin Timur, juga membuka lahan gambut untuk perkebunannya.
Lokasi gambut yang dijadikan perkebunan sawit oleh PT SSM berada di estate Bukit Linang dan Bukit Limas Div E.
-------foto diambil 15.01.09 -----------

Klaim Warga atas Lahan Sawit


Di Desa Sembuluh, warga berhasil menahan expansi perkebunan kelapa sawit PT. Kerry Sawit Indonesia, sebuah anak perusahaan WILMAR Ltd.  Perusahaan akhirnya tidak melakukan aktivitas perawatan pada lahan yang sudah digarap dan ditanami sawit olehnya, karena lahan masih sengketa.  Bahan perusahaan dengan jeals memasang land mark bahwa lahan di klaim warga.