Save Our Borneo mencatat sampai 2006 di seluruh Kalimantan setidaknya terdapat areal seluas 1.290.515 ha lahan perkebunan kelapa sawit dikuasi pemodal Malaysia.
Di Kaltim seluas 246.550 ha dimiliki oleh 10 group dengan 11 anak perusahaan PBS-nya, di Kalteng 469.983 dikuasi oleh 36 PBS dari 7 group. Di Kalbar 472.072 ha dikuasi oleh 29 PBS dari 10 group, sedang di Kalsel ada 101.910 ha lahan dikuasai oleh 22 PBS dari 2 group Malaysia. Dari semua yang ada di Kalimantan, setidaknya ada 18 group Malaysia yang beroperasi.
Ini baru angka-angka yang menunjukan penguasaan asing pada bidang perkebunan kelapa sawit. Belum termasuk usaha kehutanan dan industri ekstraktif pertambangan.
Setelah adanya Undang-Undang Penanaman Modal, pembudidaya perkebunan kelapa sawit kemungkinan akan terjadi penguasaan pemodal asing tanah-tanah sumber kehidupan rakyat dan bangsa
Pasalnya, dalam UU Penanaman Modal dimungkinkan pemodal asing untuk memperpanjang penguasaan sebidang tanah melalui hak guna usaha hingga maksimal 95 tahun. Bila pemodal asing menguasai kebun kelapa sawit, akan sulit membangun perkebunan rakyat dan memberikan ruang kehidupan kepada rakyat.
Jika pemodal asing menempati lahan strategis di Kalimantan untuk kebun-kebun kelapa sawit, budidaya perkebunan dan usaha rakyat lainnya tidak akan mendapat tempat.
Di luar Jawa, harga tanah per hektar paling mahal hanya Rp 1 juta atau sekitar 110 dollar AS. Secara nominal, angka itu kecil bagi pemodal asing.
Pasal 22 Ayat 4 UU Penanaman Modal yang memuat substansi hak atas tanah sebenarnya mengatur pemberhentian atau pembatalan hak atas tanah bila perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai maksud dan tujuan pemberian hak atas tanah. Namun penegakan hukum dari regulasi itu diragukan. Banyak badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, dengan modal dan keuntungan bagi asing.
Bila pihak asing dengan tameng regulasi dibiarkan menguasai, tiada lagi daya saing Indonesia dan rakyat akan kehilangan hak-haknya atas tanah.
Save Our Borneo sangat berharap agar Pemerintah, terutama pemerintah daerah [dalam hal ini gubernur] untuk sangat hati-hati dan dapat menyikapi penguasaan lahan oleh asing ini. Kalau pemerintah tidak peka terhadap masalah ini dan melakukan pembiaran saja, tidak mustahil bangsa ini akan kembali dijajah dan dikuasi tanahnya oleh negara asing. Lalu mana rasa kebangsaan yang selalu didengung-dengaungkan oleh pejabat pemerintah. Apakah hanya sebatas jargon dan basa-basi bertameng peraturan yang justru menjerumuskan bangsa.
Di Kaltim seluas 246.550 ha dimiliki oleh 10 group dengan 11 anak perusahaan PBS-nya, di Kalteng 469.983 dikuasi oleh 36 PBS dari 7 group. Di Kalbar 472.072 ha dikuasi oleh 29 PBS dari 10 group, sedang di Kalsel ada 101.910 ha lahan dikuasai oleh 22 PBS dari 2 group Malaysia. Dari semua yang ada di Kalimantan, setidaknya ada 18 group Malaysia yang beroperasi.
Ini baru angka-angka yang menunjukan penguasaan asing pada bidang perkebunan kelapa sawit. Belum termasuk usaha kehutanan dan industri ekstraktif pertambangan.
Setelah adanya Undang-Undang Penanaman Modal, pembudidaya perkebunan kelapa sawit kemungkinan akan terjadi penguasaan pemodal asing tanah-tanah sumber kehidupan rakyat dan bangsa
Pasalnya, dalam UU Penanaman Modal dimungkinkan pemodal asing untuk memperpanjang penguasaan sebidang tanah melalui hak guna usaha hingga maksimal 95 tahun. Bila pemodal asing menguasai kebun kelapa sawit, akan sulit membangun perkebunan rakyat dan memberikan ruang kehidupan kepada rakyat.
Jika pemodal asing menempati lahan strategis di Kalimantan untuk kebun-kebun kelapa sawit, budidaya perkebunan dan usaha rakyat lainnya tidak akan mendapat tempat.
Di luar Jawa, harga tanah per hektar paling mahal hanya Rp 1 juta atau sekitar 110 dollar AS. Secara nominal, angka itu kecil bagi pemodal asing.
Pasal 22 Ayat 4 UU Penanaman Modal yang memuat substansi hak atas tanah sebenarnya mengatur pemberhentian atau pembatalan hak atas tanah bila perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai maksud dan tujuan pemberian hak atas tanah. Namun penegakan hukum dari regulasi itu diragukan. Banyak badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, dengan modal dan keuntungan bagi asing.
Bila pihak asing dengan tameng regulasi dibiarkan menguasai, tiada lagi daya saing Indonesia dan rakyat akan kehilangan hak-haknya atas tanah.
Save Our Borneo sangat berharap agar Pemerintah, terutama pemerintah daerah [dalam hal ini gubernur] untuk sangat hati-hati dan dapat menyikapi penguasaan lahan oleh asing ini. Kalau pemerintah tidak peka terhadap masalah ini dan melakukan pembiaran saja, tidak mustahil bangsa ini akan kembali dijajah dan dikuasi tanahnya oleh negara asing. Lalu mana rasa kebangsaan yang selalu didengung-dengaungkan oleh pejabat pemerintah. Apakah hanya sebatas jargon dan basa-basi bertameng peraturan yang justru menjerumuskan bangsa.